Minggu, 14 Juni 2015

Aku dan Dunia, End ! (2)

Dear sahabatku para pecinta Allah,

Sehubungan dengan tulisanku kemarin , "Aku dan dunia, end !", barangkali bukan hanya satu orang saja diantara  pembacaku  yang bertanya dengan pertanyaan semacam ini, barangkali juga pertanyaan semacam ini hanya tersimpan di hati , dan hanya seorang saja yang punya waktu mengungkapkannya.

Pertanyaan itu intinya :
Apakah untuk menjadi seorang yang sudah 'selesai' dengan dunia, orang itu harus sudah tidak punya permasalahan finansial ?

Adapun pertanyaan selengkapnya :
Sudah mencoba tidak menginginkan dunia dan hanya menginginkan Allah, tapi dalam keadaan 'kepepet finansial'.  Kebutuhan keluarga yang harus segera dipenuhi , sementara usaha  masih merangkak. Terus terang kok malah membuat sakit kepala. Biasanya dalam keadaan seperti ini berdoa minta dilancarkan rejeki sama Allah, dan setelah berdoa hati terasa lebih tenang.  Tapi mbak Innuri bilang tidak usah berdoa meminta ini itu yang sifatnya duniawi dan menggantinya dengan iman dan tawakal ? Prakteknya bagaimana agar tidak pusing memikirkan kebutuhan yang mendesak ?

Untuk memahami apa yang aku tulis, memang tidak semudah itu, termasuk buatku sendiri, karena tulisanku kemarin adalah soal 'perbuatan hati', yang tak kasat mata. Menyangkut ketetapan hati dan perbuatan hati yang membentuk rangkaian peristiwa batiniah yang disebut pengalaman spiritual.

Orang yang sudah putus hubungan dengan dunia, tidak harus orang yang sudah tidak punya permasalahan finansial.  Silahkan punya permasalahan apa saja ..... hehehe , masalah keputusan hati dan perbuatan hati tidak terkait dengan permasalahan yang kita hadapi di dunia.  Tapi ini adalah salah satu jalan untuk menyelesaikan permasalahan kita, bahkan bisa aku bilang ini adalah salah satu jalan untuk  berlari dan terbang dari permasalahan, tapi tidak melarikan diri.

Seperti aku bilang, saat kita putus hubungan dengan dunia, adalah bagaikan sepasang kekasih yang sedang putus cinta, mereka masih saling berinteraksi sebagai teman, sahabat atau mungkin patner kerja, tapi di antara keduanya sudah tidak ada rasa cinta atau rasa ingin memiliki.

Saat ketetapan hati kita bilang bahwa kita hanya menginginkan Allah dan tidak untuk dunia, maka perbuatan hati kita adalah berjalan dengan lurus menujuNya saja, sedangkan perbuatan lahiriah kita tetap bekerja menyelesaikan segala tugas yang menjadi tanggung jawab kita di dunia, persembahkan segala yang kita lakukan untuk Allah.  Putus dengan dunia hanyalah soal 'settingan hati', jadi tidak perlu risau bila masih punya permasalahan finansial.

Lantas bagaimana caranya (dia sebut prakteknya) agar tidak pusing dengan tekanan ekonomi ?  Caranya adalah mengupgrade keimanan dari waktu ke waktu.  Aku bilang pindah ke iman dan tawakal, percaya dan memasrahkan persoalan kepada Allah.

Hati harus selalu sadar sedalamnya, bahwa Allahlah yang mencukupkan kebutuhan kita semuanya, tidak ada secuilpun kemampuan kita memenuhi semua kebutuhan itu.  Besarkan perasaan ini, perasaan bahwa Allah yang Maha Kasih selalu tahu posisi dan keadaan kita, Allah Maha Tahu dari mana dan bagaimana cara yang terbaik dalam mengentaskan kita dari segala beban dan jeratan permasalahan.  Allah selalu ada bersama kita, mendampingi , menolong dan menyayangi.  Inilah yang namanya IMAN itu.

Tawakal itu artinya memasrahkan persoalan kepada Allah.  Bila imannya benar, proses pasrahnya juga akan makin mudah.  Tandanya sudah pasrah adalah sudah tidak ada perasaan bingung dan pusing lagi.

Berdoa memohon kelancaran rejeki itu tidak dilarang, tapi dalam tingkatan iman yang lebih tinggi, doa seperti ini sudah tidak perlu lagi, karena di dalam hati seorang yang beriman sudah ada keyakinan seperti yang aku uraikan di atas, bahwa  Allah senantiasa melihat keadaannya dan selalu mendampinginginya, dan diapun yakin bahwa Allah Maha Tahu apa yang harus diperbuat untuk dirinya. Bila masih belum bisa seperti ini, jangan dipaksakan, biarkan proses pendewasaan iman berjalan dengan sewajarnya, silahkan berdoa dengan doa apa saja.

Tapi coba renungkan , barangkali permasalahan yang kita hadapi bukanlah karena doa-doa yang kurang dipanjatkan, melainkan karena perasaan yang masih merasa kurang. Barangkali juga karena di hati kita besarnya permasalahan lebih besar dari asma Allah. Inilah yang perlu diamati setiap waktu, pergerakan hati, apakah asma Allah lebih besar dan mendominasi ? ataukah persoalan-persoalan itu ? Bila asma Allah sudah mendominasi, munculnya adalah keyakinan,  ketenangan dan kebahagiaan.

Orang-orang khusus yang sudah merasa tidak perlu berdoa minta ini itu pada Allah, di dalam hatinya ada rasa syukur yang teramat dalam. Kedalaman rasa syukur inilah yang 'bekerja' lebih dasyat daripada doa yang sifatnya duniawi dan nafsu nafsi.

Doa orang-orang khusus biasanya doa yang sifatnya meluas ke seluruh penjuru semesta, bukan lagi doa yang sifatnya individu.

Semoga jawaban ini memberi kalian gambaran yang lebih jelas tentang maksudku 'selesai dengan dunia'.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar