Kamis, 24 Februari 2011

Senyum Terindah

Aku tahu, tersenyum itu penting, hingga ada hadist yang mengatakan bahwa senyum itu adalah sedekah.
Aku lebih tahu kalau senyum itu amat penting, ketika kualami takdir ini.

Anakku Alni, sebelum masuk TK sudah memilih TK di kampung, dia memilih sendiri berdasarkan rekomendasi karyawanku, kebetulan rumah karyawanku dekat dengan TK ini, aku jadi merasa tenang karena ada yang aku titipi.

Sungguh tak kusangka bila di Indonesia yang masyarakatnya terkenal ramah tamah ini masih ada yang pelit tersenyum dan dilakukan secara berjamaah pula.
Bila dulu, di TK kakak-kakak Alni (yang berjumlah tiga orang itu), kaum ibu yang mengantar atau menjemput saling tersenyum bila bertemu, saling berkenalan, bertegur sapa, bahkan ngobrol dengan obrolan ringan seputar anak-anak. Disini, di TKnya Alni  ini, 99% ibu-ibunya cuek saat bertemu, mereka sibuk dengan urusannya sendiri dengan wajah datar, ada yang hanya diam memandangi anaknya bermain, mengobrolpun sebatas dengan orang yang mereka kenal. Bahkan aku yang sudah 'pasang muka' senyumpun, harus ikhlas dipandangi dengan pandangan mata aneh.... seolah tabu tersenyum dengan orang yang tidak dikenal.  Padahal ini sekolah islam, sesama muslim mestinya bersaudara dan saling mengucap salam.

Di sekolah ini Alni sering bolos, satu hari masuk, seminggu membolos.  Aku tak pernah memaksanya, wong lingkungannya ga mengenakkan perasaan, apalagi anak-anak kan peka sekali perasaannya.

Pernah aku berencana memindahkan sekolah Alni, tapi suamiku ga setuju. Alasannya cukup masuk akal, dia ingin membiasakan anak kami bergaul dengan orang-orang sederhana, juga melatih dia untuk terbiasa dengan perhatian yang terbagi karena satu kelas yang berisi 30 anak gurunya cuma 2 orang.

Akupun merasa, mungkin aku yang harus mensosialisasikan tersenyum, toh senyum juga ga perlu 'kulakan', ga pake uang, ga pake mahal, tapi dinilai sedekah.  Aku sudah menyiapkan diri untuk 'patah hati' bila senyumku tidak berbalas......

Aku jadi ingat teman-teman sesama wali murid di TK Aisyiah Negara Bali, TKnya Insan, anakku yang nomer tiga.  Ibu -ibu disana amat bersahabat, padahal strata sosialnya berbeda, ada yang hakim, ada yang pengusaha sukses, ada yang pedagang kecil di pasar, tapi kami disatukan oleh iman. Kami saling bantu satu sama lain, saling mengunjungi dan kami selalu gembira saat bertemu. Sampai saat inipun, saat Insan sudah SMP, kami masih saling kontak dan bila mengingat masa-masa itu membuatku bahagia.

Dasyatnya tersenyum terasa sekali saat aku terbaring di rumah sakit, saat melihat suami yang menungguiku mengeluarkan jurus senyum tergantengnya dan bercerita tentang hal-hal yang menyenangkan sambil menyuapiku, rasanya aku bisa sembuh dua kali lebih cepat.  Saat teman menjengukku dengan wajah cerah bersahabat dan senyum yang mengembang, rasanya ingin segera bertemu mereka lagi dalam keadaan sehat.

Kadang hari-hari yang sangat melelahkan membuat bibirku membentuk garis horisontal, pada saat itulah datang teman dengan senyuman, akupun menyambutnya dengan tersenyum, hilanglah semua perasaan lelah, kamipun ngobrol dan tertawa tawa.

Senyum juga berbanding lurus dengan rejeki.  Aku pernah menginap di hotel yang bagus, nyaman, tapi karyawannya pelit senyum, tentu saja malas balik lagi, karena masih ada hotel yang juga bagus dan nyaman, plus karyawannya selalu menyempatkan tersenyum dan mengucap salam tiap bertemu tamu-tamunya.

Makanya senyum adalah sedekah, yang memberi dan menerimanya bahagia, menularkan energi yang luar biasa, dan menciptakan persahabatan.

Ayolah tersenyum sahabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar