Kamis, 24 Februari 2011

Bertemu Nabi

Suatu hari beberapa tahun yang lalu, saat aku bertamu ke rumah seorang teman, aku baca majalah yang menumpuk di meja tamunya. Salah satu yang aku buka adalah majalah organisasi islam yang tidak begitu kukenal, bahkan agak aneh dan asing bagiku.  Dari  majalah itu aku tahu, organisasi ini mengistimewakan bacaat shalawat untuk bisa bertemu Nabi.
"Bisa bertemu Nabi dalam keadaan terjaga?", tanyaku pada temanku.
"Ya, kan Nabi  tidak meninggal, beliau hidup dan menjalankan tugasnya", kata temanku.
Oh, aliran ini membuatku takut deh, begitu kata hatiku.
Setahuku, untuk bisa bertemu Nabi yang mulia, hanya bisa lewat mimpi, aku pernah mengalaminya.
Tapi ada ayat di dalam Al Quran yang mengatakan bahwa para syuhada itu hidup dan mendapat rizki dari sisiNya.  Jadi... oh bingung aku, yang jelas aliran islam temanku ini membuatku takut tersesat.

Walaupun aku tidak sempat (tidak mau) mempelajari ajarannya, tak berapa lama setelah kejadian itu aku kualat, aku kecele deh, ternyata sebagian yang dikatakannya benar.

Kejadiannya di awal tahun 2010, anakku Aden sms kalau dia sakit.  Karena adik-adik Aden libur tahun baru, maka kami sekeluarga ke Bandung semua bawa mobil sendiri.
Sejak berangkat perasaanku tidak enak, rasanya Aden bukan panas biasa seperti yang dia katakan, kutolak dengan doa-doaku, sepanjang perjalanan aku lantunkan doa-doa. Tapi memang takdir tidak bisa ditolak, apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, mau atau tidak, ikhlas atau tidak.
Tiba di Bandung Aden sudah kelihatan baik, sudah ke dokter katanya, dia bermain game dengan gembira bersama adik-adiknya.  Kamar asramanya penuh oleh kami berenam dan ramai oleh celoteh adik-adiknya.
Tapi malamnya Aden panas tinggi, langsung kubawa ke RS Hasan Sadikin, ternyata benar dugaanku, dia kena demam berdarah.
Di tengah kemeriahan pesta tahun baru, Aden terbaring di rumah sakit ditunggui ayahnya.
Aku dan ketiga adik Aden bermalam di asrama, menikmati pemandangan yang luar biasa malam itu, subhanallah. Udara sejuk, bulan bulat dikelilingi pelangi, langit cerah. Sejak ba'da isya anak-anak asrama menggelar konser musik, melantunkan lagu-lagu yang manis.
Asrama ITB Bumi Ganesha terletak di dataran tinggi, dari balkon kamar Aden di lantai tiga bisa melihat hampir separuh kota Bandung tengah malam dipenuhi ratusan kembang api yang meletus bergantian. Alni sibuk dengan teropong mainannya, pak Warno satpam sibuk memotret. Oh indahnya, serasa Allah sedang menghibur hatiku yang sedang lara.

Zeli dan Insan tidak bisa berlama-lama di Bandung, sudah waktunya masuk sekolah, tinggallah aku sendiri yang menjaga Aden di rumah sakit.
Kondisi Aden terus menurun, thrombositnya tidak naik-naik, malah anjlog hingga 20.000, jauh dibawah normal, mestinya 150.000 untuk ukuran orang sehat.  Aden sudah tidak boleh turun dari tempat tidur, tidak boleh banyak gerak.  Tentu saja aku sedih, semua teman dekat aku sms untuk mendoakan Aden.
Saat itu aku hanya bisa ikhlas apapun yang Allah beri.  Aku bersyukur sudah Allah beri masa-masa indah punya anak sehebat Aden hingga 20 tahun, selama itu pula dia memberi banyak kebahagiaan padaku. Aku berharap Allah memberi dia kesempatan untuk memperindah dunia dengan kelebihan dan kemampuannya.  Yang membuatku bersyukur juga taatnya Aden menjalankan sholat 5 waktu meskipun sambil berbaring dan dalam keadaan lemah.

Eyang, aku sudah menemukan ikhlasku. Ternyata penyakit, bakteri, virus, atau apapun namanya adalah makhluk Allah yang amat patuh, pada siapa Allah kehendaki untuk bertemu dengannya untuk memberi banyak hal dan banyak pelajaran.

Itu sms yang kukirimkan pada ustadz Virien, guru ngajiku. Beliau membalas dengan menyuruhku banyak berdzikir dan membaca shalawat.
Aku turuti anjurannya, akupun beristighfar dan bershalawat dengan penuh cinta pada Allah dan Nabi Muhammad saw. Ustadz Virien sering bilang padaku, ibadah hendaknya dilakukan dengan cinta. Melakukan banyak ibadah tanpa cinta akan terasa melelahkan dan sia-sia.

Larutlah aku dalam bacaan shalawat, dan tak kusangka-sangka sosok yang paling kurindukan di jagat raya ini datang menghampiriku.  Baginda Nabi datang dengan segala keluhuran, tanpa banyak kata, aku merasakan kekuatan, ketenangan dan haru yang luar biasa. Akupun menangis......
Aku bisa menangkap isyarat nabi bahwa anakku sedang menjalani proses untuk menjadi seorang yang Allah kehendaki dalam menjalankan perannya di alam semesta ini.  Rasanya anakku bukan anak sembarangan, tapi dia sendiri tidak menyadarinya.

Aden diperbolehkan pulang setelah sekitar 5 hari di rumah sakit.  Akupun pulang ke Malang dengan membawa pelajaran ikhlas yang luar biasa.

Istighfar dan shalawat dengan penuh cinta adalah teman terbaik dalam suka duka, obat termujarab saat gelisah.
Terburu-buru dalam menyimpulkan sesuatu juga suatu kebodohan yang tersembunyi, ilmu Allah amat luas, tak terbayangkan oleh kita, tak terbayangkan keindahan dan keluhurannya.

3 komentar:

  1. menghampirinya dalam nyata atau mimpi bu??? kalau nyata... dalam sosok bayangan atau seperti apa???

    BalasHapus
  2. dalam nyata, seperti lihat film tiga dimensi.

    BalasHapus