Sabtu, 19 Februari 2011

Cara mati yang kusuka

Sebenarnya aku sering gemes kalau lihat tayangan televisi yang mengatakan bahwa selebriti X atau pejabat Y meninggal karena serangan jantung.  Aku suka tertawa, yah jelas dong orang meninggal pasti yang kena jantungnya, kan syarat untuk mati adalah jantungnya berhenti berdetak. Ga peduli orangnya dalam keadaan sakit atau sehat, kalau mau mati ya matilah dia, tentu saja bila Allah menghendaki.

Kenapa ya manusia sibuk mengkampanyekan bagaimana cara menghindari serangan jantung yang mendadak, kan kalau sudah waktunya ajal menjemput, kita tidak bisa hindari walau dengan cara apapun, tidak bisa ditunda atau minta dimajukan. Tidakkah manusia sadar bahwa penyebab utama kematian adalah kehendak Allah.

Aku jadi terkenang saat dulu aku pernah mau mati.
Ceritanya terjadi di Dringu Probolinggo, disanalah aku membangun rumah pertamaku, sedang bahagia-bahagianya menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga dengan dua balita yang manis dan pinter. 
Hari itu aku mengerjakan aktifitas harianku seperti biasanya, aku sehat wal afiat, dan malam harinya seusai menidurkan dua balitaku, mendadak aku merasa didatangi malaikat dan merasa sudah waktunya diambilNya. 
Aku bilang pada suamiku; Mas, kayaknya aku sudah waktunya (mirip ucapan Adjie Masaid pada istrinya saat mobil membawanya ke rumah sakit) 
Akupun berbaring, memejamkan mata dengan tenang, lalu suamiku menyuruhku mengucapkan dua kalimat syahadat yang kulakukan dengan lancar. Perlahan lahan aku merasakan tarikan lembut  di kaki dan tanganku, berjalan ke arah dada, kata suamiku saat itu dadaku berdetak hebat dan kaki tanganku dingin sekali. Tapi setelah beberapa saat, aliran lembut itu mengembalikan energi di tangan dan kakiku, aku membuka mata, lalu suamiku bilang, mungkin kamu belum ikhlas. Ga jadi mati deh ... padahal itu cara mati yang kusuka, rupanya Allah masih punya rencana lain untuk hidupku.

Tetangga dan teman ayah memperjuangkan agama di desaku, bapak J, meninggal dengan cara yang enak banget, baliau meninggal dalam keadaan sehat, saat beliau berbaring siang-siang di sofa ruang keluarga.  Tentu saja keluarga dan orang sekampung heboh, wong orang sehat kok meninggal. Rupanya sudah jadi paradigma umum bahwa orang meninggal musti melewati fase sakit dulu, padahal Allah Maha Kuasa untuk mengambil hambaNya dalam keadaan apa saja, tak peduli sehat atau sakit, muda atau tua.
Yang amat mengesankan bagiku, bapak J teman ayah ini, meninggal khusnul khatimah.  Untuk pertama kalinya aku melihat 'masa depan' orang yang meninggal dalam keadaan diridhaiNya.

Bapak J adalah orang yang baik dan selalu mengerjakan sholat wajib di masjid. Masih terbayang saat langit merah sore, beliau suka berdiri di jalan depan rumah beliau untuk menunggu saat maghrib tiba, tubuhnya tampak segar sehabis mandi dengan kopiah bertengger mesra di kepalanya. Tapi serapi dan sebersih apapun dia, tetap saja jauh dari sebutan ganteng.  Kulit beliau gelap, dengan alis mata yang bertaut dan kumis tebal, hingga saat beliau tersenyumpun masih terlihat 'sangar', orang kampung bilang wajahnya 'mencureng'.
Tapi betapa Allah Maha Membentuk Rupa, saat beliau meninggal, Allah perlihatkan padaku keadaan bapak J di alam 'sana'.  Aku melihatnya berpakaian rapi dengan kopiah kesukaannya, dengan baju batik, sedang disalami banyak orang yang juga berwajah bersih berseri, kebahagiaan memenuhi wajah-wajah mereka.  Aku melihat mereka seperti melihat film di awang awang.  Dan wajahnya jadi ganteng sekali, bersih berseri, tak menyisakan sedikitpun 'mencureng'nya, tapi herannya, aku masih sangat mengenalinya sebagai bapak J.  Dengan kata lain, Allah merubahnya menjadi ganteng tanpa merubah 'default'nya, sehingga kita tidak perlu pangling.

Aku memang suka membaca atau mendengar cara mati orang-orang shaleh, karena Allah memanggillNya dengan begitu indah. Yang lebih kusuka lagi bila Allah berkenan memperlihatkan padaku kesudahan mereka di alam penantian.  Namun memang manusia yang selamat itu jumlahnya sedikit, yang lebih banya kulihat adalah siksa. Mudah-mudahan kita semua termasuk dalam golongan orang yang selamat sampai ajal menjemput dan mendapat akhir yang bahagia. Amiin.

Tapi bagaimana cara mati, itu  tidak menentukan kemuliaan seseorang. Bila paradigma umum, mati seperti yang aku ceritakan di atas, di atas tempat tidur dengan wajah tersenyum, atau mati dalam keadaan shalat dan ibadah, itu adalah cara mati yang ideal yang menandakan orangnya diridhai Allah, maka pendapat seperti itu tidak sepenuhnya benar.  Banyak cara mati orang-orang shaleh yang dijamin surga sama Allah, dengan jalan dibunuh,  bahkan dengan cara yang mengerikan, contohnya matinya sahabat Nabi yang digelari Khulafaur Rasyidin, keempat sahabat Nabi meninggal dengan cara dibunuh.  Bila membaca kisah mereka, bikin nyesek di dada, tapi mereka adalah orang-orang yang dijamin surga sama Allah.

Kita semua tidak tahu bagaimana cara kita  mati dan dimana kita mati.  Mati dengan cara apapun, asalkan Allah ridha , itu sudah cukup.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar