Rabu, 02 Februari 2011

Pelajaran Ikhlas dari Sopir Taksi

Biasanya aku malas sekali naik taksi di kotaku ini, karena beberapa kali mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan. Seringnya sih sopir taksinya narget, ga mau pakai argo.  Dari terminal arjosari ke rumah kalau pakai argo cuma 25 ribu rupiah, tapi mintanya 35 ribu, malas ah.... mending naik angkot atau minta dijemput.
Tapi kalau perginya berdua dengan suami begini, ya ga ada yang jemput, naik angkotpun pasti kelamaan, padahal sudah malam dan si kecil sudah menunggu dengan penuh harap. Naik taksi jadi satu-satunya pilihan.
Karenanya ketika bis Surabaya Malang yang kami tumpangi berhenti di depan Taspen, turunlah kami berdua dan langsung menunggu taksi lewat.

" Pakai argo kan pak?", tanya suamiku sebelum naik.  Di keremangan lampu jalan, aku bisa melihat sopir taksi itu mengangguk dan bilang," Nggih mas ".
Sepanjang perjalanan suamiku dan pak sopir itu ngobrol ngalor ngidul, sesekali aku nimbrung.  Dari obrolan itu aku tahu pak sopir ini orang yang baik, sopan dan melayani kami dengan tulus. Aku juga kasihan melihat dia sudah tua dan sering batuk-batuk pula.  Kubayangkan bila beliau ayahku, mungkin aku sudah menyuruhnya istirahat di rumah dan bercanda dengan cucu.

Aku memintanya berhenti sebentardi warung masakan Padang untuk membeli lauk kesukaan Insan dan Alni. Saat ibu pemilik warung membungkus pesananku, tiba-tiba aku membayangkan, betapa senangnya anak istri sopir taksi itu bila bapaknya pulang membawa oleh-oleh.  Akupun minta dibungkuskan 4 porsi rendang plus sayurnya buat sopir taksi itu.

Sopir tulus hati yang telah melayani kami dengan ramah itu amat berterima kasih dengan oleh-oleh yang aku belikan.  Aku sendiripun merasa senang dan ikhlas karena pemberianku membuatnya bahagia, apalagi melihat senyumnya mengembang.

Bila dipikir dan dihitung dengan kalkulator...hehehe, sebenarnya aku telah mengeluarkan uang untuk taksi dan oleh-oleh pak sopir lebih dari 35 ribu, berarti lebih banyak dari sopir taksi yang suka narget, tapi aku merasa ikhlas dan senang melakukannya.  Dan kalau dipikir lebih mendalam lagi, kenapa aku ikhlas?   karena aku memberikannya pada orang yang ikhlas, jadi mungkin beginilah hukum gaya tarik menarik bekerja.  Dan bila disimpulkan, ternyata orang ikhlaslah yang pantas mendapat yang terbaik dari Allah dan dari alam semesta, bukan orang yang suka narget.

Manusia memang mudah tertipu oleh dunia.
Sopir taksi yang suka narget itu mungkin berpikir bahwa rejeki dialah yang tentukan ( makanya sedikit... hehehe), dia ga mikir kalau yang dia dapat hanya ada 2 kemungkinan, calon penunpang kabur atau dia mendapat sesuai yang dia targetkan.  Sedang sopir taksi yang ikhlas, dia memasrahkan rejekinya pada Allah, makanya dia dapat yang tidak disangka-sangka, yang lebih dari yang dibayangkannya.

Bila sedang di Jakarta, aku paling suka naik taksi, rasanya semua sopir taksi di jakarta sopan, ramah dan tidak suka narget.  Dari Bulungan ke JCC paling 14 ribu, jelas aku ga tega bayar 14 ribu wong yang naik 4 orang yang 'ramai riuh rendah suaranya', mesti aku lebihi atau kalau uangnya 20 ribu ya kembaliannya ga kuminta. Yang suka ngasih tips buat sopir taksi ini bukan aku seorang, hampir semua orang yang aku kenal yang memakai taksi di Jakarta selalu memberi tips.  Banyak dong rejeki sopir yang ikhlas.

Dari bapak tua sopir taksi pula aku jadi merenung. Rasanya aku dan manusia kebanyakan suka sekali narget dalam menyampaikan keinginan pada Allah.
"Ya Allah, perkenankan aku lulus kuliah tahun ini ".
"Ya Allah, cepatkanlah jodohku, kalau bisa tahun ini jadian dengan si X"
dll dll
Kusadari, narget bukanlah jalan terbaik untuk memperoleh sesuatu yang kita inginkan.
Bila aku saja malas memenuhi target sopir taksi, bagaimana dengan Allah....
Bila aku saja punya rasa ingin membalas kebaikan orang yang melayani aku dengan tulus, apalagi Allah Yang Maha Mensyukuri?
Jadi kukira, lebih enakkan memikirkan bagaimana diri kita menjadi lebih baik dalam melayani sesama sebagai bentuk ketulusan kita  mengabdi pada Allah, dan keikhlasan kita dijadikanNya sebagai khalifah di bumi dan rahmat bagi semesta.
Urusan target  yang bersifat duniawi, terserah Allah saja.... hasilnya lebih tak terbayangkan, karena Dia Maha Baik, yang kebaikannya tak terbayangkan oleh kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar