Jumat, 08 Juli 2011

Titian Serambut Dibelah Tujuh (2)

Ambillah Keputusan Untuk Selamat

Bila membayangkan berjalan di atas titian serambut di belah tujuh, maka yang tampak di pikiran adalah betapa penuh kesulitan dan membutuhkan pegangan yang kuat agar tidak terpeleset lalu terjatuh.  Begitulah memang kenyataan yang kita hadapi.  Tapi bayangkan juga 'daratan' penuh keindahan yang akan menyambut kita saat kita tiba di seberang, berupa karunia Allah yang amat besar yang tak terbayangkan oleh kita.

Ambillah keputusan untuk melintasinya dengan selamat, jangan lepaskan tali yang kuat tempat kita berpegangan (aturan Allah dalam Al Qur'an dan Hadist).  Untuk selamat hingga ke seberang, kita tidak bisa mengandalkan diri sendiri, hanya pertolongan dan kasih sayang Allahlah yang membuat kita bisa melintasinya. Mohonlah kekuatan dan pertolonganNya.

Baik jaman dulu atau sekarang, orang menganggap wajar saja bila masa-masa remaja adalah masa berpacaran.  Akupun mengalami itu, ketemu cinta monyet maksudku.  Ya puluhan tahun yang lalu sih kejadiannya, tapi masih bisa diambil hikmahnya.

Gita cinta dari SMA nih ceritanya. Ada kakak kelas yang naksir dan melakukan pendekatan terus, ngekor terus...hehehe. Jadilah kami berpacaran dengan gaya pacaran ala Indah, maksudku gak pake sentuh-sentuhan, bersalaman aja aku gak mau... Sebatas ngobrol di ruang tamu dengan ditunggui bulek (saat SMA aku di Batu dan dititipkan di rumah bulek).  Kadang dia membantuku mengerjakan tugas-tugas sekolah, atau mengikuti kegiatan ekskul bareng.
Lucunya, meskipun cinta monyet,  cowokku itu serius berat.  Dia bilang aku adalah cinta pertama dan terakhirnya, bahkan dia sudah berencana membuat batu bata untuk rumah kami....romantis ya. Katanya dia amat mencintaiku, sampai menulis surat dengan dibubuhi darahnya sebagai bukti cintanya..., dia ciptakan lagu untukku, dia naik gunung untuk menuliskan namaku dan namanya di puncak gunung dan banyak hal konyol dia lakukan untukku

Cinta yang indah, tapi aku merasa amat berdosa.  Apalagi saat di sekolah, guru agama mengatakan bahwa memandang lawan jenis untuk pandangan ke tiga adalah haram, berdosa. Masih kuingat, dengan lugunya aku bertanya pada pak guru," Kalau memandang fotonya gimana Pak?"  Pak guru agamaku itu malah tertawa dan tidak menjawab pertanyaanku.

Aku merasa kotor sekali, merasa berdosa sekali dengan cinta itu .... tapi aku sungguh tidak tahu bagaimana mengakhirinya.  Apalagi ibu tidak menyukai cowokku itu, bertambah-tambahlah perasaan berdosaku, sudah berdosa pada Allah, masih berdosa pada ibu juga.  Tapi akupun merasa berat memutuskan cinta itu karena aku sayang padanya. Sulitnya menapaki titian serambut dibelah tujuh part two....

Akupun berpasrah pada Allah, dengan air mata berderai kubersimpuh di atas sajadah.  Aku bilang pada Allah, bahwa aku memilih mematuhiNya dan mematuhi ibu, aku mohon Allah memberiku jalan.  Aku hanya bisa berdoa dan menunggu keputusan Allah... hingga kemudian skenarioNya membuat kami berpisah.

Mengambil keputusan untuk berada di jalan yang benar, setelah itu memasrahkanNya pada Allah.   Hanya Allahlah yang bisa mengantar kita menuju seberang. Mungkin itulah 'resep'ku saat itu untuk selamat.

Aku berhasil melewati titian itu, dan diselamatkan Allah di dunia ini.  Aku tahu betapa aku amat beruntung dengan keputusanku setelah beberapa tahun kemudian.  Aku sudah menikah saat aku dengar omongan orang-orang di sekelilingku, begini kira-kira katanya ,"Untung lo dik, kamu gak jadi dengan cowok itu.  Wong sekarang istrinya dia telantarkan".  Beberapa tahun kemudian aku dengar dia bercerai, lalu menikah lagi dengan non muslim dan diapun berpindah agama.  Oh.... tak terbayangkan olehku, betapa menderitanya seandainya bersuamikan orang seperti itu.....

Pengalaman yang telah memberiku pelajaran berharga, bahwa di saat kita rela meninggalkan sesuatu yang haram maka Allah menggantinya dengan hal yang jutaan kali lebih baik.  Allah memberiku suami yang amat baik, bertahun-tahun bersamanya, isinya hanya bahagia.

Kurasakan juga, betapa Allah amat menghargai usaha kita dalam menaatiNya.  Meskipun perbuatan baik itu sudah berlangsung lama, balasan Allah seolah berlangsung terus menerus sepanjang hidup kita, sejauh kita tetap menaatiNya.

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar