Senin, 04 Juli 2011

Sekolah Untuk Jadi Apa?

Pagi-pagi di rumah sakit, sewaktu mengantar ibu foto rongent, tak sengaja kudengar pembicaraan seperti ini.

"Anakku aku suruh masuk akbid (akademi kebidanan) saja, walaupun dia diterima di kedokteran.  Jaman sekarang, dokter kalau tidak spesialis ya banyak yang nganggur.  Malah masih larisan bidan daripada dokter umum".

Kemarin salah seorang familiku bilang begini ,"Gaji yang enak itu gaji guru, ngajar hanya beberapa jam saja, gajinya jut-jutan, murid libur, dia ikut libur, gajinya tetap.  Wis...anakku tak suruh jadi guru saja ".

Ada lagi cerita seorang teman beberapa waktu lalu, "Dulu anakku sengaja tak suruh masuk diploma saja, untung dia  nurut, percuma sarjana kalau tidak siap kerja.  Buktinya sekarang dia sudah punya pekerjaan mapan, bahkan dalam beberapa tahun saja dia sudah bisa membeli rumah".

Apa kesimpulan anda mendengar pembicaraan tersebut diatas?
Secara logika, mungkin apa yang mereka katakan benar. Tapi.... telinga ini rasanya mendengar 'sesuatu' yang ...aduh maaf, bila aku mengatakannya, ini hanya sekedar untuk diambil pelajaran....

Yah, telinga ini seperti mendengar komentar dan pendapat orang yang 'materi oriented'. Tidak salah sih, siapa sih di dunia ini yang tidak butuh uang, profesi laris, gaji besar, atau rumah?
Tapi tunggu dulu... apakah bila kita mengambil sikap yang idealis dan 'Allah oriented'  membuat kita tidak memiliki semua itu?......... Tidak bukan? Buktinya aku punya rumah, mobil dan anak banyak....hehehe

Mungkin aku seorang ibu yang mengalami 'kelainan'.......
Kelainan yang kumaksud adalah...... bila orang tua pada umumnya menyekolahkan anaknya berdasarkan pertimbangan seperti yang kuceritakan tadi, misalnya: profesinya nanti laku atau tidak, banyak dibutuhkan atau tidak, dia bisa bekerja dengan gaji tinggi atau tidak, dia bisa menjadi orang yang mapan atau tidak.......

Aku justru tak peduli dengan semua itu, kubiarkan saja anak-anakku memilih sendiri sekolah atau profesinya.  Aku berpikir bahwa Allah menciptakan seorang manusia dengan teliti dan penuh kebijaksanaan.  Masing-masing orang Allah bekali bakat, minat dan kecenderungan yang unik, selaras dengan kebijaksanaanNya di alam semesta.  Tugas manusia adalah menggali potensi yang telah Allah settingkan padanya dengan penuh tanggung jawab sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur padaNya.
Bagiku menyekolahkan anak-anak berarti mempersiapkan mereka menjadi orang yang bisa mengabdi pada Allah dengan lebih berkualitas, lebih optimal, lebih terarah, lebih luas jangkauan manfaatnya.....dan lebih-lebih yang lain.

Bila kebanyakan orang bekerja untuk mencari uang, maka bagiku bekerja adalah untuk mengabdi kepada Allah.  Pilihan sikap bekerja karena Allah ini cakupannya menjadi luas sekali, seperti yang sering kita baca dalam doa iftitah : Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah Tuhan Semesta alam. 

Mungkin karena itu, aku tak pernah mengkhawatirkan masa depan anak-anakku.  Aku menyekolahkan mereka karena Allah. Allahlah yang menyuruh kita  mencari ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat, tugas kita adalah mematuhiNya.  Anak-anak insyaAllah tidak akan salah pilih sekolah, karena Allah sudah membekali mereka dengan bakat masing-masing dan juga doa ibunya.  Doa seorang ibu yang menyerahkan anak-anak yang dilahirkannya kepada Allah, untuk mengabdi padaNya.

Bila mereka kelak bekerja, tentu aku ingin mereka bekerja karena Allah.
Aku ingin mereka bergerak karena cinta pada Allah, aku ingin mereka mempersembahkan segala potensi dan kemampuan mereka untuk mewujudkan rahmatNya.  Seperti doa-doa yang kuucapkan dengan air mata....

Dan sungguh aku tak pernah memikirkan semapan apa mereka, seberapa terpandang mereka di masyarakat.....
Yang membuat ibu sepertiku bahagia adalah bila mereka sudah bisa mempersembahkan kemampuan terbaiknya untuk Allah.

1 komentar:

  1. bagus sekali tulisannya, mengingatkan aku, bahwa segala sesuatu hanya billah dan lillah. menjadi lebih tenang..

    BalasHapus