Jumat, 06 Juli 2012

Kisah Kain Yang Bertambah Panjang

Malam ini pulang setelah 4 hari 3 malam di pesantren Gubug.  Ketika suamiku membuka pintu rumah, tertangkap pandang mataku rangkaian bunga di dalam vas yang mengingatkanku akan fashion show yang cukup berkesan hari minggu lalu .......  Tapi oleh-olehku dari Gubug kali ini kurasa lebih mengesankan karena mengandung keajaiban yang susah dilogikakan.

Saat musim liburan sekolah ini aku suka membawa alat dan bahan ketrampilan untuk kuajarkan kepada santri-santri kecil di Gubug.  Minggu lalu aku sudah mengajari mereka membuat peniti jilbab yang menjuntai, minggu ini aku bawakan mereka kain flanel warna warni.

Alni ikut nginap kali ini, karena belum waktunya masuk SD -sekolah barunya-. Senang dan adem rasanya melihat Alni ikut larut dalam kegembiraan anak-anak Gubug yang kuajari membuat aneka boneka gantung, boneka jari dan juga membuat hiasan jilbab dari kain flanel.

"Ada yang mukenanya polos gak ada hiasannya?", tanyaku pada mereka.
"Ada", kata Siti, gadis kecil usia 9 tahunan.
"Ambil, sini bunda ajarin bikin hiasan mukena", kataku. Anak itupun bangkit dan berlari mengambil mukenanya di mushala.

Ketika mukena putih itu dia serahkan padaku, aku jadi ragu, apa mukena ini pantas dikasih hiasan? karena  mukena itu sudah tidak lagi berwarna putih (bahasa jawanya sudah 'mangkak') , kainnya juga kasar dan kaku, rendanya kecil dan jelek.

"Masih punya mukena lagi di rumah?", tanyaku.  Anak itu menggeleng ........ hatiku terjatuh saat itu juga !!

Aku ingat beberapa waktu lalu aku pernah membawa dua dus kain perca dari butik, maksudnya sih buat serbet santri yang mbatik disini.  Kutinggalkan anak-anak itu untuk mengaduk-aduk kain perca sampai menemukan dua potong kain kaos, sisa aku bikin mukena kaos tahun lalu, warnanya putih dan pink, jumlahnya tidak banyak tapi kupikir bisa disatukan jadi satu mukena kombinasi warna yang manis.

Ketika aku potong kain itu ternyata jadi dua mukena anak, yang satu mukena putih dengan kombinasi pink yang satu lagi mukena pink dengan kombinasi putih. Alhamdulillah bisa buat Siti dan Riska, mereka sebaya, tinggal mikirin Dila.  Dila 9 tahun juga, tapi anaknya kecil sak Alni, kupikir nyari kain perca lagi buat Dila gak bakalan sulit karena butuh kain cuma sedikit.

"Yang laki juga buatkan baju koko bunda", kata eyang ketika kuutarakan niatku membuatkan mukena buat santri kecil. 
"Wah, cukup nggak ya kainnya", kataku.
"Kan cuma 2 orang", kata eyang, memang santri kecil disini tinggal 5 orang sejak ada TPQ di dekat rumah mereka.

Sisa kain itupun ku otak-atik ternyata bisa jadi 2 baju koko buat Nardi yang berumur 10 tahunan dan Wandi yang baru 7 tahun. Dua hari aku selesai mengerjakan semua itu dan berniat untuk bersih-bersih, saat itulah kulihat masih ada sepotong kain pink, kulipat dan ku'pasang' di kepala Alni, ternyata panjangnya cukup banget untuk jadi atasan mukena buat Dila, walaupun untuk bawahannya sambungan belakangnya pink depannya putih, gak jadi soal karena atasnya juga pink dengan kerpus kepala warna putih.

Menjelang kepulanganku ke Malang, aku bungkus baju dan mukena lucu lucu itu dalam kertas kado, eyang pesan untuk menyampaikan pada mereka bahwa itu semua hadiah karena mereka ranking 1 disekolah dan rajin mengaji (cuma Wandi yang tidak naik kelas karena terlalu kecil).

Rencana semula pemberian hadiah itu disaksikan oleh eyang dan suamiku, tapi mereka berdua maghrib baru nyampai di butik (mas Hary pemeran di Batu), jadi hadiah-hadiah itu disampaikan olehku bersama santri remaja putra putri  sehabis maghrib, mati lampu pula .....

"Eyang, ada keajaiban yang tidak masuk akal sama sekali, masak dua potong kain yang kukira hanya cukup buat satu mukena, ternyata bisa jadi 5 ", kataku 'menyambut' kedatangan eyang dan mas Hary.

"Iya, sebelum bunda jahit, kain itu sempat aku pasang di tubuhku, hanya cukup buat rok bawahan", kata Nur.  Memang Nur dan Sun sempat memegang kain itu dan mencoba 'memakaikanya' di pinggang mereka.

"Ya, mereka saksinya", kataku.  Bukan hanya aku yang terheran-heran dengan kain yang sedikit tapi cukup buat 5 anak, beberapa santri remaja putri yang mbatik tahu kalau kain itu cuma sedikit.  Kainnya seperti tumbuh, seperti tidak habis-habis saat dipotong.

"Ada hal-hal yang tidak bisa dilogikakan, itulah keuasaan Allah", kata suamiku.
"Bunda jangan heran, Nabi sendiri bisa memeberi makan 70 orang dengan makanan 7 orang", kata eyang.

"Bunda melakukannya tanpa tendensi apa-apa sih", lanjut eyang.
"Aku kan cuma kasihan, menjelang puasa kok mukenanya jelek.  Kan kalau mukenanya baru lebih semangat shalat terawihnya", kataku.

Lagi-lagi ketulusan hati membawa keajaiban yang sangat mencengangkan !!!

1 komentar:

  1. Thank you for every other magnificent post.
    The place else could anybody get that type of information
    in such a perfect way of writing? I have a presentation subsequent week,
    and I am at the search for such information.


    Feel free to surf to my web page ... Recommendations For Storing Apparel Very Long

    BalasHapus