Jumat, 29 Juni 2012

Madura, I'm coming !!!

18 juni 2012
Ini kali ke lima aku menginjakkan kaki di Madura.
Kali pertama waktu aku masih SD, dalam rangka rekreasi bersama teman sekelas didampingi guruku almarhum bapak Tamanu (semoga beliau dirahmati Allah).
Kali kedua, ketiga, keempat dalam rangka memberi pelatihan Melukis Kain, kelima kalinya untuk memberi pelatihan Batik selama 2 hari.

Kesan saat pertama datang ke Madura waktu aku masih imut itu rasa kepanasan , itu saja..... hehehe, lah wong Indah tuh arema sejak lahir procot gak pernah kemana-mana, arek gunung yang terbiasa dengan hawa dingin kok disuruh ke madura yang puanas..... yaaa dleweran tenan keringatnya.

Kali kedua cukup menggelikan juga, saat itu tujuanku ke Sampang.  Akupun bertanya pada bapak dari dinas koperasi Sampang, kemana arah rute yang kutempuh untuk sampai ke kantor beliau.

"Ibuk kalau sudah melewati jembatan Suramadu akan bertemu pertigaan, nah itu ada lampu merah pertama, ibuk belok kanan saja lurus sampai ketemu lampu merah lagi, nah dari lampu merah itu belok kanan, gak jauh dari situ kantor saya" kata bapak kabid itu.  Simpel sekali kedengarannya, lampu merah di pertigaan belok sampai bertemu lampu merah berikutnya, memang nyatanya begitu, simpel tapi ternyata jarak dari lampu merah ke lampu merah yang dimaksud adalah 2 jam .... hehehe, rasanya tuh kok lampu merahnya gak nongol-nongol, ngumpet dimana yaaa?

Kedatanganku yang kelima kalinya ini untuk memberi pelatihan batik di Sumenep.  Lucu juga, kan aku baru saja bisa mbatik, belum genap dua tahun.  Yang aku 'ceramahi' malah  pengrajin batik yang sudah berpengalaman puluhan tahun ...... Yaaa sih, tapi membatiknya ya motif itu-itu saja, motif bunga dan daun yang monoton dan terlalu khas madura.  Kehadiranku memberi pelatihan dimaksudkan agar mereka mau mengembangkan desain produknya agar lebih inovatif dan juga untuk menambah wawasan mereka.

Tiap kali ke Madura, kuliner yang kucari pasti 'kokot kikil', kaki sapi yang direbus sampai empuk, ada kaldu kikil yang berupa sop kaki sapi yang ditambah kacang hijau yang hancur, ada kaldu super yang rasanya kayak sop buntut, yang ini adanya di Sampang.  Dihidangkannya masih beserta tulangnya, jadi serem.... hihihi..... tapi aku suka banget....

Pagi-pagi di Sumenep yang kucari ya kaldu kikil yang tempatnya nyelempit di gang kecil, tapi begitu terkenal dan ramai.  Saat dalam perjalanan pulang ke Malang juga masih mencita-citakan makan kaldu kikil, malah sengaja gak makan siang, kupikir biar nikmat .  Aku begitu 'mendambakan' kaldu super yang ada di Sampang, rasanya lebih segar bila dibandingkan dengan yang di Sumenep.  Warungnya di tepi jalan raya kalau kita dari Sumenep mau ke Surabaya.

Begitu masuk kota Sampang, pandangan mataku tak pernah lepas dari rumah dan warung-warung di pinggir jalan, berharap menemukan warung yang kucari sambil membayangkan hangat dan yummynya kaldu super yang gedhenya sak dhengkul.


mas Hary dengan kaldu super di Sampang yang gedhenya sungguh 'mengerikan'

"Namanya warung apa bunda?", tanya cak Dul, sopir langgananku bila mas Hary berhalangan mengawal.
"Apa yaa.... kalau tidak salah Barokah atau Ghazali yaa... lupa aku".

Harapanku makan kaldu super punah sudah ketika kulihat gapura akhir kota Sampang, mau balik lagi ke kota kuatir kemalaman sampai di Malang, padahal aku sudah kangen berat sama Alni and bapaknya Alni...... Ya sudahlah... aku musti ikhlas ...

"Barokah itu artinya bertambahnya kebaikan, tapi kali ini barokah kok jadi bertambahnya kecewa ", kata cak Dul menggoda.

Aku tahu jawaban suamiku kalau aku cerita soal warung kaldu super yang gak bisa kutemukan, kira-kira dia akan ngomong begini :" Makanya kalau menginginkan sesuatu sampaikan dan pasrahkan sama Allah ".

Ya suamiku benar, bila kita mengandalkan diri sendiri untuk mewujudkan keinginan kita, hasilnya bisa jadi kecewa berat seperti yang kualami.  Bahkan merasa diri mampu menemukan walau sekedar warung, berarti kita sudah merasa mampu, padahal tiada daya upaya melainkan dengan ijin Allah.  Makanya pasrahkan segala keinginan hanya pada Allah, walau keinginan yang remeh .....

Benar saja, sesampai di rumah ketika aku cerita soal warung yang gak ketemu itu, jawaban suamiku persis yang ada di pikiranku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar