Siapa sih yang tidak kasihan saat mendengar kabar ada tetangga yang makan dengan nasi yang sudah layak dibuang? Bahkan ditambah cerita tentang anaknya yang kekurangan gizi?
Spontan dan tanpa ditunda-tunda aku minta diantar eyang ke rumah si tetangga, rumahnya agak jauh yang musti ditempuh dengan berkendaraan. Kubawakan beras, lauk pauk dan susu untuk anaknya. Ini bukan kali pertama aku membantu keluarga itu, sebelumnya sudah beberapa kali sampai kami jadi kayak saudara.
Tapi entah kenapa untuk kali ini kurasakan sambutan sang istri begitu dingin. Begitu lihainya syetan membangkitkan permusuhan di antara kami, sampai aku nggak tahu apa sebab yang membuat sang istri kelihatan menyimpan rasa jengkel padaku. Bahkan saat aku pulangpun dia menyembunyikan diri.
Aku sebenarnya tahu kalau aku sudah berada di tempat yang salah sejak kuinjakkan kaki di halaman rumah si tetangga malam itu, tapi dengan cueknya kuabaikan 'warning' dari hati kecilku. Aku kesini dengan niat baik, begitu kata hatiku, tapi ya beginilah akibatnya mengabaikan kata hati.
Tak bisa kuingkari, hatiku amat sakit menerima perlakuan wanita itu..... lah aku kesana kan bukan untuk meminta-minta, malah aku memberi ..... Sejak dulupun dia suka curhat padaku dan aku biasa membantunya. Masak begitu balasan atas kebaikanku ? Nah.... Indah sudah salah ya, sudah mengharap ucapan terimakasih..... ini gak boleh kan?
Tapi sudah kubilang, aku tak bisa mengingkari rasa sakit itu. Siapapun orangnya di dunia ini gak suka kan kalau dicuekin? Tapi rupanya aku memang harus menerima pelajaran eyang malam itu. Saat pulang, eyang memberiku petuah begini :
"Makanya jangan melakukan sesuatu karena terdorong rasa kasihan. Semua musti karena Allah". Bingung nggak? Emangnya sama Allah kita gak boleh punya rasa kasihan? kan rasa kasihan datangnya dari Allah?
"Tandanya bila kita melakukan sesuatu bukan karena Allah itu adalah munculnya rasa sakit, karena bila niat kita murni karena Allah, kita tak pernah merasa sakit", kata eyang. Sementara aku mulai meneliti hatiku sendiri dan menemukan bahwa aku memang telah bergerak karena rasa kasihan, bukan karena Allah. Pantaslah aku mendapat 'cubitan' dari Allah.
"Memang perbedaannya halus sekali, melakukan sesuatu karena kasihan dengan melakukan sesuatu dengan niat karena Allah, walaupun Allah yang memberi kita rasa kasihan", akhirnya aku mengerti.
"Tugas kita adalah mendekatkan diri pada Allah dan mengajak orang untuk dekat dan mengharap pertolongan Allah. Kalaupun kita menolong, itu karena petunjuk Allah memang demikian", lanjut eyang.
"Kadang yang dibutuhkan mereka bukan pertolongan yang berupa materi, melainkan perubahan pola pikir dari materi oriented ke Allah oriented", begitu petuah eyangku yang makin hari makin tua.
Allah, sudikah Engkau mengampuniku?
Spontan dan tanpa ditunda-tunda aku minta diantar eyang ke rumah si tetangga, rumahnya agak jauh yang musti ditempuh dengan berkendaraan. Kubawakan beras, lauk pauk dan susu untuk anaknya. Ini bukan kali pertama aku membantu keluarga itu, sebelumnya sudah beberapa kali sampai kami jadi kayak saudara.
Tapi entah kenapa untuk kali ini kurasakan sambutan sang istri begitu dingin. Begitu lihainya syetan membangkitkan permusuhan di antara kami, sampai aku nggak tahu apa sebab yang membuat sang istri kelihatan menyimpan rasa jengkel padaku. Bahkan saat aku pulangpun dia menyembunyikan diri.
Aku sebenarnya tahu kalau aku sudah berada di tempat yang salah sejak kuinjakkan kaki di halaman rumah si tetangga malam itu, tapi dengan cueknya kuabaikan 'warning' dari hati kecilku. Aku kesini dengan niat baik, begitu kata hatiku, tapi ya beginilah akibatnya mengabaikan kata hati.
Tak bisa kuingkari, hatiku amat sakit menerima perlakuan wanita itu..... lah aku kesana kan bukan untuk meminta-minta, malah aku memberi ..... Sejak dulupun dia suka curhat padaku dan aku biasa membantunya. Masak begitu balasan atas kebaikanku ? Nah.... Indah sudah salah ya, sudah mengharap ucapan terimakasih..... ini gak boleh kan?
Tapi sudah kubilang, aku tak bisa mengingkari rasa sakit itu. Siapapun orangnya di dunia ini gak suka kan kalau dicuekin? Tapi rupanya aku memang harus menerima pelajaran eyang malam itu. Saat pulang, eyang memberiku petuah begini :
"Makanya jangan melakukan sesuatu karena terdorong rasa kasihan. Semua musti karena Allah". Bingung nggak? Emangnya sama Allah kita gak boleh punya rasa kasihan? kan rasa kasihan datangnya dari Allah?
"Tandanya bila kita melakukan sesuatu bukan karena Allah itu adalah munculnya rasa sakit, karena bila niat kita murni karena Allah, kita tak pernah merasa sakit", kata eyang. Sementara aku mulai meneliti hatiku sendiri dan menemukan bahwa aku memang telah bergerak karena rasa kasihan, bukan karena Allah. Pantaslah aku mendapat 'cubitan' dari Allah.
"Memang perbedaannya halus sekali, melakukan sesuatu karena kasihan dengan melakukan sesuatu dengan niat karena Allah, walaupun Allah yang memberi kita rasa kasihan", akhirnya aku mengerti.
"Tugas kita adalah mendekatkan diri pada Allah dan mengajak orang untuk dekat dan mengharap pertolongan Allah. Kalaupun kita menolong, itu karena petunjuk Allah memang demikian", lanjut eyang.
"Kadang yang dibutuhkan mereka bukan pertolongan yang berupa materi, melainkan perubahan pola pikir dari materi oriented ke Allah oriented", begitu petuah eyangku yang makin hari makin tua.
Allah, sudikah Engkau mengampuniku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar