Selasa, 18 September 2012

Karena Tak Tahu Berterimakasih

Pertama kali aku menjumpai konsep hubungan antara asmaul husna dengan kesuksesan seseorang di dunia ini adalah saat membaca buku ESQ nya Ary Ginanjar Agustian.  Sudah lama sekali buku pertama kang Ary kubaca, menyusul buku keduanya,  akupun percaya 100 % dengan konsep yang memang digali dari al qur'an itu.  Belakangan ini seiring bertambah banyaknya hal-hal yang kulihat dan kusaksikan,  konsep itu semakin jelas saja bagiku.

Aku ambil contoh sifat Allah, Asy Syakur yang artinya Maha Mensyukuri atau Maha Membalas Kebaikan.  Allah membalas kebaikan yang sedikit dengan balasan yang berlipat ganda, dengan kata lain Allah Maha Berterima Kasih. 

Seorang yang kehilangan rasa terimakasih dan tidak suka membalas kebaikan sudah pasti hidupnya penuh kesusahan.  Aku melihat dan menyaksikan sendiri, bahkan aku merasakan sendiri berinteraksi dengan orang macam ini.

Aku punya tetangga agak jauh rumahnya (lebih tepatnya rumah kontrakannya) dari butikku, tapi orang ini setiap hari melewati butik karena bekerja tak jauh dari butik.  Dia seorang wanita yang bekerja keras setiap hari dengan pekerjaan fisik yang melelahkan.

Wanita ini sudah tua, usianya di atas enam puluh tahun, cucunya sudah banyak.  Suaminya seorang pensiunan, semestinya dia sudah berhenti bekerja dan mengisi masa tuanya dengan beribadah.  Inilah yang sering dia keluhkan padaku, bagaimana di usia senjanya masih harus pindah dari satu kontrakan ke kontrakan yang lain, dan juga masih harus banting tulang mencari sesuap nasi.

Dulu dia sering sekali mampir ke butik, sekedar curhat, kadang juga minta saran dan nasehatku, sering pula ngutang dan biasanya aku gak ngasih utang tapi ngasih uang.  Saking rajinnya dia datang ke butik sempat membuat suamiku terganggu juga, tapi aku selalu menerimanya dengan ramah dan selalu menolongnya.

Suatu saat dia bisa 'merogoh' kocekku hingga ada enam angka nol di belakang rupiahnya, aku sih tidak merasa rugi karena itu kan uang zakat dan sedekah dari pendapatan kami sekeluarga, itu sudah haknya orang fakir miskin.  Cuma yang membuatku heran ........

Hmmm ...... wanita itu tak pernah lagi memunculkan diri di butik, sekedar menyapa atau bersilaturahim di hari raya pun tidak ......  Kontras sekali dengan kedatangannya yang rajin saat sedang butuh butuhnya sama uangku.  Seperti habis manis sepah dibuang, padahal aku sudah menganggapnya saudara ......

Dari peristiwa ini ada hal yang bisa kufahami, mengapa kehidupan wanita ini begitu menderita, salah satu sebabnya mungkin karena dia bukan orang yang tahu berterima kasih. 

Meskipun saat memberi kita tidak boleh mengharap ucapan terimakasih, tapi aku hanya melakukan analisa bahwa orang yang tak tahu berterima kasih itu hidupnya sungguh sengsara.

"Tahu nggak sayang, kalau dia datang pas kamu tidak ada, dia itu sombong banget dan gak menghargai suamimu ini", kata suamiku.

Oooo, begitu tho, jadi dia bersikap manis, berlagak nurut dengan nasehat-nasehatku hanya untuk memperoleh simpati dan uangku ! Setelah dia dapat itu semua ya sudah daa daaa ..... mungkin dia pikir, setelah aku 'kena' jutaan, aku pasti kapok dan tak memberinya lagi ......  Wah, dia salah besar !!!  Wong tiap bulan usahaku mengeluarkan zakat dan sedekah terus kok ..... Kecele dia .....

Tahukah sahabat, memang kita tak boleh mengharap ucapan terimakasih saat memberi, tapi saat diberi jadilah kita orang yang tahu berterima kasih. Allah sudah memberikan contoh dengan sifat Asy Syakurnya dan al qur'anpun mengajarkan kita untuk tahu berterimakasih. 

Siapa sih orang yang tak pernah ditolong orang lain?  Sejak detik pertama kita lahir procot ke dunia ini kita sudah punya hutang terimakasih pada ibu bapak dan bidan / dokter / dukun bayi yang menolong. Hitung deh, sudah detik ke berapa kita hidup di dunia ini? 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar