"Mukena anak produksiku ini ada sajadahnya yang befungsi sebagai tas dan tempat naruh buku iqra'. Bahannya juga dari rayon yang adem ", itu promosiku saat hendak menghadiahi mukena untuk putri cilik seorang sahabatku.
"Wah, dia sudah baca al qur'an loh bu", katanya. Batinku langsung mengkeret , hah ??? anak belum genap 7 tahun sudah baca al qur'an? Alniku juga seusia itu dan baru jilid 3 iqra' ..... ooooh .... mindernya gak ketahan deh.
"Anak ibuk bangeeeets ....", gitu komentar Aden kalau lihat adiknya yang ajaib-ajaib. Ajaib ternomer satu si ganteng yang baru naik kelas II SMA, ajaib keduanya ya Alni ini.
Alni itu kalau shalat tidak mau pakai mukena, kecuali kalau shalatnya di masjid, padahal ibunya pabrik mukena. Dia bilang mau pakai mukena bila umurnya sudah 7 tahun. Dia juga malas mengaji, sehari mengaji bolosnya 2 minggu, padahal TPQ tempat dia mengaji itu pemrakarsanya aku, dan guru-gurunya juga karyawanku yang sudah dikenalnya. Untuk membuatnya mau mengaji, aku musti bikin 'ritual' hipnotherapy dulu.
Kalau urusan mengantuk lalu tidak masuk sekolah, itu mah .... anak ibuk bangeeeets ....., baik Insan atau Alni ya begini ini iramanya, kadang gantian, kalau hari ini Insan tidak sekolah, besoknya Insan masuk, tapi Alni yang mogok sekolah. Kalau lihat mereka rajin sekolah malah seperti lihat makhluk angkasa turun ke halaman rumah, saking herannya.
Mungkin karena bandel, Alni juga langganan kena hukuman di sekolah, ya disuruh berdiri dengan satu kaki sementara kedua tangannya memegang telinganya , ya disuruh angkat tangan sampai tangannya pegal ..... dia menceritakan hukuman-hukuman itu sambil tertawa bangga ..... hehehe.
Tapi aku tak pernah komplain dengan anak-anakku, soalnya sudah kena kalimat sakti suamiku :"Mereka itu punya banyak kelebihan, kita juga harus menerima kekurangan mereka".
Kemarin sore sepulang mengaji Alni menunjukkan kelebihannya, dia telah menohok perasaanku begitu dalam.
"Ibuk, Nanis *) pingin punya mukena kayak mukenanya Alni ", katanya, dan seingatku sudah lebih dari ketiga kalinya dia bilang seperti itu.
Hari raya lalu, Alni kubuatkan mukena batik tulis ungu muda yang cantik , rancanganku sendiri dan kujahit sendiri, desainnya kembaran sama aku.
Saat pertama Alni bilang kalau Nanis pingin mukena kayak mukena dia, dalam hati kubilang, hah? ini mukena khusus anak tukang mbatik, batik tulis nih, hand made, limited, kalau dia mau ya suruh pesan saja. Tapi jelas aku nggak akan ngomong seperti itu ke Alni. Kukira tidak semua ibu mau ngasih mukena mahal-mahal untuk anaknya.
Kali kedua dan ketiga Alni bilang lagi, aku cuma tersenyum. Aku tahu, Alni bermaksud merayuku untuk memberi temannya itu mukena. Tapi aku enggan memberi, karena si Nanis itu anaknya nakal banget dan sering nakalin Alni, malah suka mencuri juga. Dia pernah mencuri uang dan tempat pencilnya Lely, guru mengajinya, pernah mencuri asesoris kerudungnya Alni, padahal dia sudah dikasih Alni asesoris serupa cuma beda warnanya. Rasanya aku males banget wes sama si Nanis ini.
Tapi kali keempatnya, ya sore tadi, Alni telah memporak porandakan hatiku. Aku sedang duduk di tepi tempat tidur, dia berlutut di lantai dan memegangi lututku.
"Kasihan loh buk dia", katanya, lalu dia berdiri dan membisikkan kalimat ini di telingaku :"Mukenanya Nanis cuma satu dan perlu dicuci, bau !!". sambil bilang 'bau', dia menutup hidungnya, membuatku membayangkan mukena yang kumal dan warnanya sudah tidak putih lagi dan menebar aroma yang hmmmm ....
"Maksud Alni, ibuk suruh ngasih mukena Nanis gitu?", kataku.
"Iya lah, dan bikinin buat Alni juga, sama Nanis juga ya buuuuk", rayunya.
Oh Alniku yang cantik, betapa cantik dan lembutnya hatimu. Bila Alni saja tak pernah membenci apalagi mendendam kepada temannya yang sering nakalin dia, kenapa malah aku yang memelihara rasa jengkelku pada temannya ini ? Bahkan, Alni dengan usahanya memperjuangkan sebuah mukena untuk temannya, dia telah membalas kenakalan dengan kebaikan, oh, itu kan tuntunan al qur'an.
Malam, saat melihat wajah Alni yang tertidur begitu damai, air mataku menitik. Masih banyak yang perlu diluruskan dari hatiku ini. Terbayang wajah si Nanis, tubuhnya kurus dengan gigi tetap yang baru tumbuh, memakai bedak yang putih dan loreng loreng tidak rata, kedua orang tuanya cuma mengontrak di perumahan itu, pekerjaan ayahnya juga cuma kerja serabutan. Aku merasa berdosa telah bersikap pelit pada keluarga sangat sederhana ini, ternyata Alni lebih peka dan lebih lembut hati akan kepedihan orang lain.
Dalam hal membaca al qur'an, Alni memang belum bisa, tapi dalam hal menegakkan nilai-nilai al quran dalam dirinya, dia telah lulus dengan gemilang. Aaaah, aku rasanya pingin dengar Aden bilang : "Anak ibuk bangeeeets .....".
*) : bukan nama sebenarnya.
"Wah, dia sudah baca al qur'an loh bu", katanya. Batinku langsung mengkeret , hah ??? anak belum genap 7 tahun sudah baca al qur'an? Alniku juga seusia itu dan baru jilid 3 iqra' ..... ooooh .... mindernya gak ketahan deh.
"Anak ibuk bangeeeets ....", gitu komentar Aden kalau lihat adiknya yang ajaib-ajaib. Ajaib ternomer satu si ganteng yang baru naik kelas II SMA, ajaib keduanya ya Alni ini.
Alni itu kalau shalat tidak mau pakai mukena, kecuali kalau shalatnya di masjid, padahal ibunya pabrik mukena. Dia bilang mau pakai mukena bila umurnya sudah 7 tahun. Dia juga malas mengaji, sehari mengaji bolosnya 2 minggu, padahal TPQ tempat dia mengaji itu pemrakarsanya aku, dan guru-gurunya juga karyawanku yang sudah dikenalnya. Untuk membuatnya mau mengaji, aku musti bikin 'ritual' hipnotherapy dulu.
Kalau urusan mengantuk lalu tidak masuk sekolah, itu mah .... anak ibuk bangeeeets ....., baik Insan atau Alni ya begini ini iramanya, kadang gantian, kalau hari ini Insan tidak sekolah, besoknya Insan masuk, tapi Alni yang mogok sekolah. Kalau lihat mereka rajin sekolah malah seperti lihat makhluk angkasa turun ke halaman rumah, saking herannya.
Mungkin karena bandel, Alni juga langganan kena hukuman di sekolah, ya disuruh berdiri dengan satu kaki sementara kedua tangannya memegang telinganya , ya disuruh angkat tangan sampai tangannya pegal ..... dia menceritakan hukuman-hukuman itu sambil tertawa bangga ..... hehehe.
Tapi aku tak pernah komplain dengan anak-anakku, soalnya sudah kena kalimat sakti suamiku :"Mereka itu punya banyak kelebihan, kita juga harus menerima kekurangan mereka".
Kemarin sore sepulang mengaji Alni menunjukkan kelebihannya, dia telah menohok perasaanku begitu dalam.
"Ibuk, Nanis *) pingin punya mukena kayak mukenanya Alni ", katanya, dan seingatku sudah lebih dari ketiga kalinya dia bilang seperti itu.
Hari raya lalu, Alni kubuatkan mukena batik tulis ungu muda yang cantik , rancanganku sendiri dan kujahit sendiri, desainnya kembaran sama aku.
Saat pertama Alni bilang kalau Nanis pingin mukena kayak mukena dia, dalam hati kubilang, hah? ini mukena khusus anak tukang mbatik, batik tulis nih, hand made, limited, kalau dia mau ya suruh pesan saja. Tapi jelas aku nggak akan ngomong seperti itu ke Alni. Kukira tidak semua ibu mau ngasih mukena mahal-mahal untuk anaknya.
Kali kedua dan ketiga Alni bilang lagi, aku cuma tersenyum. Aku tahu, Alni bermaksud merayuku untuk memberi temannya itu mukena. Tapi aku enggan memberi, karena si Nanis itu anaknya nakal banget dan sering nakalin Alni, malah suka mencuri juga. Dia pernah mencuri uang dan tempat pencilnya Lely, guru mengajinya, pernah mencuri asesoris kerudungnya Alni, padahal dia sudah dikasih Alni asesoris serupa cuma beda warnanya. Rasanya aku males banget wes sama si Nanis ini.
Tapi kali keempatnya, ya sore tadi, Alni telah memporak porandakan hatiku. Aku sedang duduk di tepi tempat tidur, dia berlutut di lantai dan memegangi lututku.
"Kasihan loh buk dia", katanya, lalu dia berdiri dan membisikkan kalimat ini di telingaku :"Mukenanya Nanis cuma satu dan perlu dicuci, bau !!". sambil bilang 'bau', dia menutup hidungnya, membuatku membayangkan mukena yang kumal dan warnanya sudah tidak putih lagi dan menebar aroma yang hmmmm ....
"Maksud Alni, ibuk suruh ngasih mukena Nanis gitu?", kataku.
"Iya lah, dan bikinin buat Alni juga, sama Nanis juga ya buuuuk", rayunya.
Oh Alniku yang cantik, betapa cantik dan lembutnya hatimu. Bila Alni saja tak pernah membenci apalagi mendendam kepada temannya yang sering nakalin dia, kenapa malah aku yang memelihara rasa jengkelku pada temannya ini ? Bahkan, Alni dengan usahanya memperjuangkan sebuah mukena untuk temannya, dia telah membalas kenakalan dengan kebaikan, oh, itu kan tuntunan al qur'an.
Malam, saat melihat wajah Alni yang tertidur begitu damai, air mataku menitik. Masih banyak yang perlu diluruskan dari hatiku ini. Terbayang wajah si Nanis, tubuhnya kurus dengan gigi tetap yang baru tumbuh, memakai bedak yang putih dan loreng loreng tidak rata, kedua orang tuanya cuma mengontrak di perumahan itu, pekerjaan ayahnya juga cuma kerja serabutan. Aku merasa berdosa telah bersikap pelit pada keluarga sangat sederhana ini, ternyata Alni lebih peka dan lebih lembut hati akan kepedihan orang lain.
Dalam hal membaca al qur'an, Alni memang belum bisa, tapi dalam hal menegakkan nilai-nilai al quran dalam dirinya, dia telah lulus dengan gemilang. Aaaah, aku rasanya pingin dengar Aden bilang : "Anak ibuk bangeeeets .....".
*) : bukan nama sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar