Rabu, 27 Maret 2013

Kesalehan Ilmu vs Kesalehan Perilaku

Seorang sahabat pria bilang :"Anak-anak tak suruh rajin mengaji semua bunda, biar jadi saleh dan salihah, nggak kayak bapaknya".

Seorang sahabat wanita bilang :"Aku bingung deh bunda, suamiku kan lebih shaleh dibandingkan aku, tapi kenapa kok mudah marah dan berkata-kata kasar ya pada anak-anak dan padaku juga siiih".

Bagaimana pendapat kalian tentang mereka berdua?

Begitulah bila ukuran shaleh tidaknya seseorang bedasarkan seberapa luas pengetahuan agamanya atau berdasarkan seberapa fasih lidahnya melantunkan ayat-ayat suci.

Tapi benarkah? kalau menurut Allah dengan berpatokan pada al quran bagaimana ?

Coba buka lagi QS Ali Imran ayat 133 - 135.
Jadi nggak saleh dong orang yang tidak bisa menahan marah, pelit, tidak suka memaafkan, suka berkata kasar dan menyakiti, tidak berbuat baik, pendendam .....

Kalau menurutku, sahabat priaku itu orangnya saleh kok, karena dia bertanggung jawab menafkahi keluarga, setia pada istri dan anak-anaknya, menyayangi mereka dengan segenap hati dan juga bekerja dengan jujur, juga tidak emosian.

Lha tentang suami sahabatku, aku hanya bisa bilang, sepasang suami istri itu kadang musti saling mengingatkan, biar saleh bersama-sama.

Mungkin kita perlu memperluas makna, wanita baik untuk pria baik.  Setiap manusia itu berproses, kadang berubah jadi baik atau sebaliknya, untuk itulah perlunya saling mengingatkan dengan hikmah (dengan cara sebaik-baiknya).  Bila dalam perjalanan rumah tangga, salah satunya bertahan di jalur yang tidak baik, sementara yang satu kukuh dalam kesalehannya, disinilah ayat tersebut berlaku, bahwa yang baik hanya untuk yang baik. jadi .........   wah, aku bukan orang yang suka menganjurkan orang berpisah loh........ aku hanya menyampaikan ayat Allah.

Kesalehan dalam arti  menguasai ilmu agama itu belum tentu berhubungan dengan kesalehan perilaku.  Indah banyak melihat sendiri orang-orang yang  menguasai ilmu agama, tapi ternyata dangkal sekali dalam memaknai agama dan perilakunya malah tidak qurani.  Naudzubillah.

Sebaliknya, aku juga sering berinteraksi dengan orang yang tidak menguasai ilmu agama, tapi perilaku mereka sangat qurani.  Salah satu yang amat berkesan buatku  adalah kenangan bersama almarhum paklik Untung Supeno, seorang pengusaha kripik kentang familiku.  Semasa SMA aku dititipin ibuk tinggal dengan keluarga mereka, dan selama 3 tahun aku mendapat perlakuan yang manis dan berada dalam sebuah keluarga yang saling menyayangi, bahkan selam 3 tahun itu paklikku tidak pernah marah atau berkata kasar, selalu penuh senyum dan kasih sayang.  Almarhum paklik meninggal dalam keadaan khusnul khatimah setelah shalat berjamaah dengan istrinya.  Kenangan yang amat manis.

Menurutku yang paling sulit adalah membangun kesalehan perilaku.  Mensinkronkan antara perilaku kita dengan tuntunanNya di al quran. Karena itulah, sebagai orang tua, kita musti mengajari anak-anak untuk melaksanakan nilai-nilai qurani, seperti bersedekah dalam lapang dan sempit, berbuat baik, memaafkan, membalas keburukan dengan kebaikan, menahan marah, meminta maaf, memohon ampun pada Allah bila berbuat salah, berkata santun, berjalan dengan tidak menyombongkan diri, jujur, amanah .... dll.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar