QS. An-Nahl [16] : ayat 128
[16:128] Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Hari itu Minggu, tgl 8 january 2012. Jum'at kemarin Insan masuk RS Abd Saleh karena panas tinggi sampai kejang, aku sendiri tak sempat menengok Insan karena aku juga demam sejak dua hari yang lalu. Kukira Insan dan aku kecapean setelah the long journey nengok Aden dan Zeli ke Bandung dan Yogya.
Sejak aku merasa tidak enak badan, aku tidur di butik sama Alni, sedang mas Hary sama Insan tidur di rumah... oh sekarang malah di RS. Pertimbanganku nginap di butik ya karena disini banyak 'perawat', kan ada bu Kot dan karyawan yang banyak, walaupun diantara mereka tidak ada yang menginap, minimal kalau siang ada yang merawat Alni dan aku.
Sejak semalam aku diare sampai 8 kali, aku masih merasa kuat ketika sekitar jam 6 pagi aku menelepon mas Hary, aku minta diantar ke dokter atau ke RS.
"Aduh sayang, Insan muntah muntah ini.... tunggu sebentar ya", kata suamiku dari seberang.
"Oh, kalau gitu aku tak minta diantar anak-anak saja (maksudku karyawan)", kataku. Akupun menelepon karyawan yang biasa ringan tangan dalam urusan begini, tapi tak ada satupun yang bisa dihubungi. Akupun menunggu beberapa saat, kutelepon lagi, gak ada yang ngangkat.... Sementara itu aku ke toilet lagi sampai tiga kali, lemes sudah .....
"Mas, aku sudah lemes....", kataku akhirnya pada suamiku.
"Ya ya ... tunggu, aku titipin Insan ke perawat dulu", kata suamiku lewat ponselnya.
Mas hary membawaku ke RS Lavalette, RS milik PTPN 11, BUMN yang membina batik tulis dan jumputanku. Aku musti rawat inap, kata dokter infeksiku sudah sampai ke usus halus. Aku masih sempat meminta untuk dirawat inap di RS Abd Saleh saja.... setelah bilang begitu aku sudah gak kuat lagi bicara .....
Aku digelontor infus di UGD, badanku perlahan segar kembali. Mas Hary yang menungguiku bercerita bahwa tadi dia bisa menghubungi 3 orang karyawanku.
"Yang satu kirim sms 'pak, acaranya belum selesai', yang satu sms 'ini masih ngaji, habis ngaji saya kesana', yang satu bilang bila dia mau belanja ", kata suamiku sambil tersenyum kecut.
"Biar Allah sendirilah yang menentukan siapa yang menolong kita ", kataku, gantengku itu tersenyum lebar kali ini.
Setiap minggu pagi, sebagian karyawanku yang warga nahdiyin itu memang mengikuti pengajian. Dan rupanya kalau sudah mengikuti pengajian, mereka tidak bisa 'diganggu gugat', walaupun untuk menolong bosnya yang sedang dehidrasi !!!
Entah di bagian mananya yang salah. Ceritaku ini seperti sebuah ironi, al qur'an sendiri menyeru kita untuk berbuat kebaikan, mengapa yang mempelajarinya malah mengabaikan nilai-nilai qur'ani demi sebuah pengajian al qur'an. Aaah, bingung ya?
Gini nih, sebenarnya yang namanya pengajian, tausiyah, shalawatan atau apapun namanya.... hanyalah sebuah sistem agar kita lebih mengenal nilai-nilai qur'ani. Sistem dibuat untuk mencapai tujuan. Tujuannya ya agar kita terampil melaksanakan nilai-nilai al qur'an itu.
Jadi aneh dong kalau demi menjalankan sistem, kita jadi melanggar tujuan diciptakannya sistem itu.....
Mungkin yang salah di tujuannya, mungkin tujuan dia mengikuti pengajian adalah mendapat pahala..... Atau yang salah di pemahamannya, dia mengira bahwa perbuatan baik adalah ritual-ritual semacam itu, sedang menolong orang yang sedang amat membutuhkan pertolongan bukanlah sesuatu yang penting.... Atau dia menganggap bahwa mengaji lebih utama daripada nolong orang.
Al Qur'an banyak menyerukan kita berbuat baik dan bekerjasama untuk berbuat kebaikan, sedangkan perbuatan baik itu sendiri bersifat universal.
Contohnya, seluruh manusia di dunia ini pasti setuju kalau memberi makan orang yang kelaparan itu adalah perbuatan baik, menolong orang yang terluka karena kecelakaan juga perbuatan baik, bahkan menyiram tanaman yang tanahnya sudah kering atau sekedar menyingkirkan duri dari jalan ...... berbuat kebaikan itu bila dirinci jumlahnya jadi tak terbatas, dan seluruh manusia di dunia ini tidak ada perbedaan pendapat.
Itulah yang disebut fitrah manusia, kecenderungan manusia untuk mengerjakan segala sesuatu yang sesuai dengan nuraninya. Pandangan tentang fitrah manusia ini lebih lengkap di buku ESQnya Ary Ginanjar Agustian.
Kadang dalam perkembangan jiwa manusia, fitrah ini tertutup oleh banyak hal, barangkali ajaran-ajaran yang kurang sesuai dengan fitrah, dosa-dosa yang menutupi hati, pengalaman yang menciptakan paradigma yang keliru ..... dll dll.
Makanya kita perlu kembali ke fitrah dan untuk kembali ke fitrah bukan hanya dilakukan di bulan ramadhan saja. Setiap hari, dari shalat ke shalat kita menyucikan jiwa kita, targetnya mencapai kesucian seperti kesucian yang dibawa bayi baru lahir.
Selain dengan shalat, menyucikan jiwa juga dengan zakat, sedekah, puasa dan kembali ke al qur'an dengan jalan mempelajari dan menjalankan tuntunan Al Qur'an. Eyang Syamsul'alam sering bilang padaku," Al Qur'an itu dijalankan sampai mempribadi dalam diri kita ".
Al Qur'an itu indah, bila membentuk kepribadian kita, hasilnya sangat indah dan pelakunyapun merasakan keindahan yang luar biasa. Kembali ke fitrah, adalah kembali ke kemerdekaan jiwa, bebas dari belenggu kesedihan, khawatir, penderitaan dan bebas dari belenggu syetan.
Hari itu Minggu, tgl 8 january 2012. Jum'at kemarin Insan masuk RS Abd Saleh karena panas tinggi sampai kejang, aku sendiri tak sempat menengok Insan karena aku juga demam sejak dua hari yang lalu. Kukira Insan dan aku kecapean setelah the long journey nengok Aden dan Zeli ke Bandung dan Yogya.
Sejak aku merasa tidak enak badan, aku tidur di butik sama Alni, sedang mas Hary sama Insan tidur di rumah... oh sekarang malah di RS. Pertimbanganku nginap di butik ya karena disini banyak 'perawat', kan ada bu Kot dan karyawan yang banyak, walaupun diantara mereka tidak ada yang menginap, minimal kalau siang ada yang merawat Alni dan aku.
Sejak semalam aku diare sampai 8 kali, aku masih merasa kuat ketika sekitar jam 6 pagi aku menelepon mas Hary, aku minta diantar ke dokter atau ke RS.
"Aduh sayang, Insan muntah muntah ini.... tunggu sebentar ya", kata suamiku dari seberang.
"Oh, kalau gitu aku tak minta diantar anak-anak saja (maksudku karyawan)", kataku. Akupun menelepon karyawan yang biasa ringan tangan dalam urusan begini, tapi tak ada satupun yang bisa dihubungi. Akupun menunggu beberapa saat, kutelepon lagi, gak ada yang ngangkat.... Sementara itu aku ke toilet lagi sampai tiga kali, lemes sudah .....
"Mas, aku sudah lemes....", kataku akhirnya pada suamiku.
"Ya ya ... tunggu, aku titipin Insan ke perawat dulu", kata suamiku lewat ponselnya.
Mas hary membawaku ke RS Lavalette, RS milik PTPN 11, BUMN yang membina batik tulis dan jumputanku. Aku musti rawat inap, kata dokter infeksiku sudah sampai ke usus halus. Aku masih sempat meminta untuk dirawat inap di RS Abd Saleh saja.... setelah bilang begitu aku sudah gak kuat lagi bicara .....
Aku digelontor infus di UGD, badanku perlahan segar kembali. Mas Hary yang menungguiku bercerita bahwa tadi dia bisa menghubungi 3 orang karyawanku.
"Yang satu kirim sms 'pak, acaranya belum selesai', yang satu sms 'ini masih ngaji, habis ngaji saya kesana', yang satu bilang bila dia mau belanja ", kata suamiku sambil tersenyum kecut.
"Biar Allah sendirilah yang menentukan siapa yang menolong kita ", kataku, gantengku itu tersenyum lebar kali ini.
Setiap minggu pagi, sebagian karyawanku yang warga nahdiyin itu memang mengikuti pengajian. Dan rupanya kalau sudah mengikuti pengajian, mereka tidak bisa 'diganggu gugat', walaupun untuk menolong bosnya yang sedang dehidrasi !!!
Entah di bagian mananya yang salah. Ceritaku ini seperti sebuah ironi, al qur'an sendiri menyeru kita untuk berbuat kebaikan, mengapa yang mempelajarinya malah mengabaikan nilai-nilai qur'ani demi sebuah pengajian al qur'an. Aaah, bingung ya?
Gini nih, sebenarnya yang namanya pengajian, tausiyah, shalawatan atau apapun namanya.... hanyalah sebuah sistem agar kita lebih mengenal nilai-nilai qur'ani. Sistem dibuat untuk mencapai tujuan. Tujuannya ya agar kita terampil melaksanakan nilai-nilai al qur'an itu.
Jadi aneh dong kalau demi menjalankan sistem, kita jadi melanggar tujuan diciptakannya sistem itu.....
Mungkin yang salah di tujuannya, mungkin tujuan dia mengikuti pengajian adalah mendapat pahala..... Atau yang salah di pemahamannya, dia mengira bahwa perbuatan baik adalah ritual-ritual semacam itu, sedang menolong orang yang sedang amat membutuhkan pertolongan bukanlah sesuatu yang penting.... Atau dia menganggap bahwa mengaji lebih utama daripada nolong orang.
Al Qur'an banyak menyerukan kita berbuat baik dan bekerjasama untuk berbuat kebaikan, sedangkan perbuatan baik itu sendiri bersifat universal.
Contohnya, seluruh manusia di dunia ini pasti setuju kalau memberi makan orang yang kelaparan itu adalah perbuatan baik, menolong orang yang terluka karena kecelakaan juga perbuatan baik, bahkan menyiram tanaman yang tanahnya sudah kering atau sekedar menyingkirkan duri dari jalan ...... berbuat kebaikan itu bila dirinci jumlahnya jadi tak terbatas, dan seluruh manusia di dunia ini tidak ada perbedaan pendapat.
Itulah yang disebut fitrah manusia, kecenderungan manusia untuk mengerjakan segala sesuatu yang sesuai dengan nuraninya. Pandangan tentang fitrah manusia ini lebih lengkap di buku ESQnya Ary Ginanjar Agustian.
Kadang dalam perkembangan jiwa manusia, fitrah ini tertutup oleh banyak hal, barangkali ajaran-ajaran yang kurang sesuai dengan fitrah, dosa-dosa yang menutupi hati, pengalaman yang menciptakan paradigma yang keliru ..... dll dll.
Makanya kita perlu kembali ke fitrah dan untuk kembali ke fitrah bukan hanya dilakukan di bulan ramadhan saja. Setiap hari, dari shalat ke shalat kita menyucikan jiwa kita, targetnya mencapai kesucian seperti kesucian yang dibawa bayi baru lahir.
QS. Asy-Syams [91] : ayat 9
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
Selain dengan shalat, menyucikan jiwa juga dengan zakat, sedekah, puasa dan kembali ke al qur'an dengan jalan mempelajari dan menjalankan tuntunan Al Qur'an. Eyang Syamsul'alam sering bilang padaku," Al Qur'an itu dijalankan sampai mempribadi dalam diri kita ".
Al Qur'an itu indah, bila membentuk kepribadian kita, hasilnya sangat indah dan pelakunyapun merasakan keindahan yang luar biasa. Kembali ke fitrah, adalah kembali ke kemerdekaan jiwa, bebas dari belenggu kesedihan, khawatir, penderitaan dan bebas dari belenggu syetan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar