Senin, 22 Agustus 2011

Kecerdasan Finansial

Dulu aku pernah ikut multilevel, merasakan jadi downline yang disuruh-suruh sama upline baca buku ini itu, salah satunya buku Robert T  Kiyosaki. Perasaanku saat itu aku jadi melek finansial, jadi tahu kuadrant kiri dan kanan dalam hubungannya dengan profesi seseorang, juga jadi tahu  pasive income, kebebasan finansial, kecerdasan finansial dan banyak hal. 

Sebenarnya ada 'protes' dari dalam hati ini tentang beberapa hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama, tapi aku cuek saja...maklum lagi tergila-gila sama multilevel, dan sudah pula membuktikan bonusnya yang lumayan, makin edan deh Indah...... Untunglah akhirnya aku mandeg ditengah jalan, alhamdulillah.

Salah satu protesku di dalam hati adalah tentang pasive income, kalau dalam Islam kan tidak ada tuh istilah pensiun apalagi pasive income.  Nabi Muhammad adalah contohnya, beliau tetap menjabat sebagai kepala negara hingga akhir hayat.  Bagi umat Islam bekerja adalah ibadah, bukan untuk menumpuk kekayaan atau untuk menggapai masa tua yang nganggur dan enak.  Berarti bekerja musti terus dilakukan sejauh kita mampu melakukannya, biarpun seudah nenek-nenek atau kakek-kakek.

Salah satu slogan yang banyak dikatakan upline-uplineku adalah 'uang memang bukan segalanya, tapi segalanya perlu uang'.  Hmm... apa pendapat anda?

Yang jadi pertanyaan adalah kenapa sih manusia perlu uang/materi/rejeki?

Allah menciptakan makhluk berdasarkan kebijaksanaanNya, ada makhluk yang energinya bertahan lama, sehingga tidak perlu makan minum, yaitu para malaikat. Sedangkan manusia diciptakan selalu memerlukan energi dari luar dirinya yang berupa makan dan minum. Lantas kenapa ya kira-kira yang membuat Allah menciptakan manusia selalu berkebutuhan akan materi? 

Untuk kebutuhan manusia ini, Allah menciptakan beragam profesi, ada tukang sampah, kuli bangunan, pengusaha, dokter, dosen, artis ...... Masing-masing orang membutuhkan profesi orang lain, salah satu contohnya seorang dokter membutuhkan jasa arsitek, tukang dan kuli bangunan untuk membangun rumahnya. Demikianlah manusia selalu dalam lingkaran kebutuhan akan sesamanya.

Jadi.....apa kesimpulannya? 
Allah menciptakan jalan rejeki agar manusia saling mengenal dan bekerja sama sebagai khalifah di atas bumi.  Fungsi utama diciptakannya rejeki ya ini nih ...... musti digaris bawahi, yaitu kita musti bekerja sama untuk memakmurkan bumi. Bila pada perkembangannya rejeki berubah menjadi sumber pertengkaran dan keserakahan, itu karena mereka tidak mengerti dan bodoh.  Kita yang sudah mengerti dan pinter tidak usah ngikut 'aliran' itu deh....

Trus bagaimana ya setelah rejeki itu 'kepegang'?

Sering kubaca di majalah tentang perencanaan keuangan keluarga, bagaimana menyisihkan uang untuk ditabung, untuk kebutuhan sehari-hari, untuk hal tak terduga, untuk pendidikan anak-anak dlsb.... Tahu nggak bagaimana rasanya menjalaninya? Pusing....hehehe, karena ternyata seberapapaun pendapatan kita kayaknya gak cukup-cukup.... saking banyaknya pos yang harus diisi.

Solusinya kembali kepada Allah saja.  Kalau pegang uang, aku suka merasa kalau uang ini kepunyaan Allah, bukan punyaku.  Terserah Allah saja mau dikemanakan uang yang kebetulan berada di tanganku ini.  Karena terbiasa dengan pola pikir seperti ini, aku jadi santai saja bila kemudian uang itu mengalir kayak air... hehehe. Tapi aku juga merasa, setiap kali aku membutuhkan hal besar, Allah seperti 'menghujaniku' dengan uang.....

Kemana uang kita mengalir? musti ke hal yang benar loh ya, sesuai tuntunan agama, untuk menafkahi keluarga, menolong kerabat, anak yatim, fakir miskin dll dll... yang intinya untuk berjuang di jalan Allah.  Cuma sering kudengar kalimat seperti ini ; buat keluarga saja gak cukup, mana bisa beramal dan berjuang di jalan Allah?  Nah ini dia nih, ini kalimat yang membuat kita miskin terus ...... hehehe, perkataan kita adalah doa kita, perkataan yang diucapkan dengan sepenuh hati (khusyu' banget) bisa mudah sekali terkabul (mustajab).  Justru kalau merasa kebutuhan keluarga tidak cukup, kita siasati dengan 'melipat gandakan' uang kita dengan beramal.  Kita harus yakin akan janji Allah di dalam kitabNya yang mulia.

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulirnya seratus biji, Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki ,dan Allah Maha luas (karuniaNya) lagi maha Mengetahui” ( Al Qur'an 2 ; 261 ) 

Bila kita sering membuktikan kepada diri sendiri, bahwa Allah benar dengan janjiNya, maka kita akan terbiasa bersedekah tanpa merasa bahwa uang kita berkurang. Pengalaman ini penting sekali untuk membangun kesadaran akan 'matematika Allah' yang tidak sama dengan matematika manusia. Bila hitungan manusia 1 x 10.000 = 10.000 maka hitungan Allah 1 x 10.000 x ikhlas = 7 x 100 x 10.000 = 7.000.000.  Untuk membuktikan hal ini cukup dengan beriman / percaya saja. Tidak sulit bukan?

Mungkin bagi pegawai dengan gaji tetap sulit mempercayai, darimana dong datangnya uang lebih?  Ketahuilah saudara-saudara....( hmm..), bahwa Allah tak pernah kekurangan cara dalam memberi karunia kepada hamba-hambaNya.  Jangan dulu membatasi pikiran kita dengan logika manusia yang sempit dan lemah ini.  Beriman kepada Allah berarti beriman kepada seluruh sifatNya, diantaranya adalah Ar Razaq (Maha memberi rejeki), Al Wasii (Maha Luas karunianya).

Perlu diketahui juga, rejeki itu bukan pada jumlahnya.  Ada orang dengan pendapatan seratus juta, tapi pengeluarannya seratus limapuluh juta, sebaliknya ada orang dengan pendapatan enam ratus ribu, tapi pengeluarannya hanya empat ratus ribu.  Mana diantara keduanya yang kaya?
Rahasianya mungkin terletak pada nilai 'berkah' dalam rejeki.  Rejeki yang berkah akan selalu mencukupi kita, tak membuat kita kekurangan.  Rejeki yang berkah diperoleh dengan jalan yang halal dan banyak bersyukur, dan dibelanjakan di jalan Allah, menafkahi keluarga termasuk di jalan Allah juga.

Trus gimana dong cara kita mempersiapkan masa depan kita dan masa depan anak-anak kita?

Nabi Muhammad tidak pernah mencontohkan 'menabung' untuk masa depan anak cucu beliau.  Allah adalah penjamin masa depan yang paling bisa dipercaya. Bila harta yang kita punya sudah kita persembahkan untuk Allah, hidup untuk mengabdi padaNya dalam segala sikap dan perbuatan kita, maka tak ada alasan untuk mengkhawatirkan masa depan kita.

Aku pernah bercerita tentang salah seorang familiku yang mengasuransikan pendidikan anaknya. Saat uang untuk bersekolah sudah tersedia, anaknya malah mogok kuliah.
Bila ingin menabung, lebih baik ditabung di "bank Allah"  saja, maksudku digunakan untuk berjuang di jalan Allah, disini tabungan kita bunganya bisa 70.000 %......, bank manapun tak ada yang bisa menyainginya, tapi sedikit orang yang mengambil peluang ini, karena mereka belum 'cerdas finansial' sih.

Orang yang 'cerdas finansial' menurutku adalah orang yang bisa menggunakan uangnya untuk keperluan jangka panjangnya yaitu akhirat.  Menggunakan uang untuk kepentingan akhirat bukan berarti kepentingan dunia kita akan terbengkelai, malahan Allah limpahi kita dengan kemudahan dan kenyamanan hidup sejak di dunia ini.  Mau bukti? Mari kita buktikan sama-sama...... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar