Senin, 01 Agustus 2011

Puasa Awam, Puasa Khusus dan Puasa Khususul Khusus

Saat masih duduk di SMA, di acara pesantren kilat ramadhan, bapak Taufik, guru bahasa Inggrisku memberikan tausiyah yang sampai sekarang masih kuingat.  Beliau mengatakan bahwa orang berpuasa itu ada 3 tingkatan, yaitu :

- puasa orang awam
Puasa yang hanya menahan lapar, haus, berhubungan suami istri dari mulai subuh hingga terbenam matahari.

- puasa orang khusus
Yaitu orang yang selain menahan lapar, haus dan berhubungan suami istri, juga menahan untuk tidak berkata yang menyakitkan, tidak mengghibah orang lain, tidak mencela, marah dan kejelekan mulut lainnya. Selain itu mereka juga menahan pandangannya agar tidak melihat sesuatu yang menimbulkan nafsu, juga mengajak seluruh anggota tubuhnya untuk berbuat kebaikan dan menjauhi hal yang bisa menimbulkan dosa.

- puasa orang khususul khusus 
Yaitu orang yang berpuasa seperti puasanya orang khusus, ditambah memperhatikan kesucian batinnya juga.  Mereka menjaga hatinya untuk tidak membenci, iri, dengki, dendam, riya, ujub, takabur dan berbagai penyakit hati lainnya.

Bagi aku yang saat itu masih anak SMA, untuk berpuasa sebagai puasa orang khusus saja sudah bagus.  Bayanganku saat itu, orang yang bisa berpuasa khususul khusus adalah orang yang sudah tua, orang yang sudah menjauhi dunia, sufi dan para wali.  Tapi saat ini aku berpikir lain, untuk bisa berpuasa sebagai puasa orang yang khususul khusus itu tidaklah terbatasi oleh usia. 

Anak-anak malah lebih mudah berpuasa khususul khusus, karena mereka lebih suci dan terjaga kemurnian hatinya.  Anak-anak juga lebih mudah untuk diajari bagaimana menjaga hatinya.  Semua tergantung orang tua bagaimana mendidiknya.  Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadist, bahwa tiap anak dilahirkan suci, orang tuanyalah yang menjadikan dia majusi atau nasrani.

Mengajari anak-anak, berarti juga memberikan contoh. Membaikkan diri sendiri, sama saja dengan membaikkan keluarga kita, karena secara ajaib anak bisa 'merekam' situasi hati orang tuanya.  Hati ayah ibu yang damai akan menular kepada seluruh anggota keluarga. 

Marilah kita mengajari diri kita, anak-anak dan keluarga kita untuk menjalankan puasa dengan khususul khusus. Puasa dengan cara demikian adalah puasa yang paling memberikan hati kita kebahagiaan dan ketentraman.  Jangan lupa, niatkan dan persembahkan puasa kita hanya untuk Allah, kepadaNya jua kita akan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar