Rabu, 20 Februari 2013

Yang Tak Memerlukan Sebab



Ada sms antara aku dengan eyang Virien yang masih kusimpan :

“Eyang, karena gak ngopeni hp, kemarin aku gak tahu kalau ada telepon dari instansi X, tahunya sudah malam.  Biasanya sih mereka mengundangku untuk jadi nara sumber.  Dan biasanya juga kalau aku gak ngangkat telepon, mereka akan menggantiku dengan orang lain.  Eyang, ini mau kutelepon balik, doakan ya semoga belum diganti”.

“Iya bunda, sesuatu kalau sudah ditentukan Allah pasti terjadi bukan karena sebab.  Tapi kita tetap berdoa semoga semua terwujud sesuai keinginan.  Aamiin”.

“Ya jadi tenang aku setelah baca sms eyang, aku ngelupain hp juga karena kehendakNya, karena Allah bermaksud mengajariku banyak hal”.

“Hehehe …. Bukan aku yang bilang bunda, tapi al qur’an”.

Sepenggal pembicaraan yang manis bukan?

Ternyata untuk membuat hambaNya memahami al quran, Allah mengajari kita lewat peristiwa-peristiwa dalam kehidupan ini.  Tak cukup al quran cuma dibaca-baca saja, musti difahami dan dijalankan, dan ketika kita memintaNya untuk membimbing kita, Allahpun menurunkan berbagai kejadian yang membuat kita lebih memahami ajaranNya.

Ayat yang melukiskan bahwa Allah tidak memerlukan sebab itu rajin sekali dibaca oleh umat Islam tiap malam jumat, di surat yasiin ……. Ingat? Ada di halaman terakhirnya , yang ada kata kun fayakun , yang artinya bila Allah berkehendak jadi maka Allah tinggal bilang ‘jadi’ maka jadilah.  Dengan sebab atau tanpa sebab, pasti terjadi.

Banyak umat islam rajin membaca surat ini, tapi belum memahami, masih banyak yang menyandarkan diri pada logika.  Padahal jelas-jelas dikatakan ‘ kun fayakun’.  Logika adalah tipuan sempurna  yang banyak orang terpeleset di dalamnya, logika itulah yang  menutup kita dari menerima keajaiban dari Allah.

Inilah bedanya menyandarkan diri pada Allah dan menyandarkan diri pada logika.  Menyandarkan diri pada Allah berarti membuka peluang diri untuk menerima  sebanyak banyaknya kemungkinan untuk hadir dalam kehidupan ini.  Sedangkan logika manusia itu amat tebatas, yang berarti sama saja dengan membuat batasan-batasan bagi diri kita sendiri, menutup diri dari indahnya kedasyatan kekuasaan Allah.

Eyang pernah mengalami peristiwa yang gak logis sama sekali.  Kejadiannya sewaktu eyang masih  jadi guru dan jadi bendahara di sekolahnya.  Nah, suatu hari dia menyimpan uang sekolah di dompetnya, jumlahnya banyak menurut ukuran eyang saat itu.

Pas sore, hujan-hujan lagi, eyang pulang basah kuyup.  Malangnya eyang, dompet yang berisi uang sekolah itu hilang.  Eyang gelisah bukan main, karena nggak tahu kemana mencari dompet itu dan gak punya cukup uang untuk mengganti uang sebanyak itu.  Dompet itu hilang dimana gak jelas sama sekali karena seharian eyang berkeliing, muter-muter se antero Malang raya.

Malam itu eyang menenangkan diri, setelah tenang dia shalat dua rekaat dan memasrahkan persoalannya kepada Allah.  Habis shalat dia tertidur dan terbangun saat merasakan kakinya terasa dingin tersentuh barang yang basah.

Dia menemukan kejutan manis malam itu, barang basah yang menempel di kakinya itu ternyata adalah dompet yang dicarinya.  Mungkin dompet itu terjatuh di jalan dan ditimpa hujan hingga basah, lalu malaikat mengantar ke pemiliknya dan menaruhnya di kaki eyang.  Ataukah dompet itu melompat sendiri menemukan pemiliknya? Wallahu alam.

Tidak masuk akal sama sekali bukan? Bagaimana dompet bisa menemukan pemiliknya dan bukan pemilik yang menemukan dompetnya.

Kejadian yang tidak logis juga bisa ditemukan di al quran, ingat kisah maryam yang selalu beribadah di biliknya dan disampingnya  selalu tersedia makanan padahal tidak ada orang yang menaruhnya disitu. Buka selengkapnya di surat Ali Imran ayat 37. 

Dulu kukira kejadian ajaib ini terjadinya hanya di masa lalu, dan hanya dialami oleh para nabi.  Tapi bukankah Maryam bukan nabi? Dan bukankah al quran berlaku sepanjang jaman? Berarti hal-hal ajaib yang diceritakan di al quran juga bisa dialami oleh siapa saja yang Allah kehendaki. Tidak harus Nabi, manusia biasapun bisa mengalaminya.

Akupun pernah mengalaminya. Sewaktu masih tinggal di Negara Bali, aku biasa membeli  beras kemasan lima kiloan dan menaruhnya begitu saja di dapur, aku memasak nasi sekitar tigaperempat  kilo dalam sehari .  Secara logika berasku bakalan habis dalam tempo seminggu.  Tapi kenyataannya berasku tidak habis-habis, dari hari ke hari  cuma berkurang seperempatnya.  Melihat beras itu aku sampai heran dan merinding.  Ini kok seperti cerita legenda Jaka Tarub yang beristrikan bidadari yang berasnya gak habis-habis ….. hehehe.

Karena takutnya, aku menuang beras itu dan aku campur dengan beras yang aku bagi-bagi ke dhuafa.  Di Negara aku memang suka beramal dalam bentuk beras dan kubagi di kampung muslim yang miskin.

Ternyata beraspun bisa ‘tumbuh’ di dalam karung, tanpa melewati proses ditanam di sawah, dikeringkan dan diselep.  Gak masuk akal bukan? Tapi ini adalah kisah nyata yang aku alami sendiri.

Begitulah, bila Allah berkehendak jadi, maka jadilah, dengan atau tanpa sebab pasti terjadi. Makanya dekatkan saja diri kita kepada Allah sedekatnya, sedekat urat leher kita.  Logika dipakai hanya untuk urusan tertentu, seperti menghitung rekaat shalat atau mengukur kurus gemuknya kita berdasarkan rasio antara tinggi dan berat badan .... hhmmm.....




Tidak ada komentar:

Posting Komentar