Di grup bbm-nya ibu - ibu , seorang ibu mengshare foto sejumlah uang yang ditata seperti kipas, lalu keterangannnya begini : " Ngitung gaji tukang 6 hari ... perasaan akeh temeen .... mudah-mudahan hasilnya nanti bagus. Doain ya ibu-ibu cantik. Aamiin ". (Ngitung gaji tukang 6 hari, perasaan banyak sekali .......) Beliaunya memang sedang merenovasi rumah, bukan renovasi total , hanya menambah 1 kamar saja.
Bagaimana pendapat kalian akan pernyataannya itu ? Atau pernah merasakan hal yang sama ?
Atau pernahkan merasa pengeluaran kok begitu banyak ? biaya sekolah anak-anak yang mahal ? atau biaya hidup yang tinggi ?
Aku sendiri pas membacanya, hati jahilku malah spontan bilang : "Iiiiih, orang kok kentara sekali pelitnya, itu memang haknya tukang kok, mbok yang ikhlas melihat tukangnya seneng dapat uang banyak hasil jerih payahnya selama seminggu. Bukankah dia juga mendapat kamar baru ?"
Menurut analisa seorang sosiolog terkemuka Indah Nur Qoriah ..... ( wk wk wk wk ... ), lahirnya perasaan berat akan beban pengeluaran yang ( menurutnya ) banyak itu adalah karena dalam hatinya merasa memiliki uang / materi.
Merasa sudah bekerja keras untuk mendapatkan semua yang direncanakannya ..... apanya yang salah sih ? Hmmmm ........ dia telah meletakkan usahanya sebagai sebab terwujudnya rencana-rencananya. Haluuusss sekali mengenali 'penyimpangan' ini, tanpa disadari telah mengesampingkan peran Allah. Eit, jangan dibantah dulu ...... tandanya bila perasaannya telah melenceng adalah munculnya perasaan sayang dengan uang lalu merasa berat membelanjakan atau merasa terlalu banyak yang dikeluarkan, seperti dalam contoh di atas muncul pernyataan : gaji tukang perasaan akeh temeeeen (banyak sekali).
Bandingkan dengan kalimat ini :"Alhamdulillah , Allah memberi rejeki melimpah hingga bisa membayar gaji tukang minggu ini, semoga uang yang diterimanya dariku berkah dan mencukupi keluarganya".
'Merasa memiliki uang' .... apanya yang salah dari kalimat ini ? Hmmm .... kalau merasa memiliki, pasti mempertahankan apa yang dimilikinya. Nah, coba kalau pas laper dieeeem saja, gak usah beli nasi biar uangnya utuh. Gak usah beli sabun mandi, gak usah beli pasta gigi, gak usah beli rumah, gak usah beli mobil ..... Hahaha .... katanya mau mempertahankan apa yang dimiliki (uang) ? .... hihihihi ....
Ternyata apa yang kita pegang sekarang ini belum tentu milik kita, dan apa yang kita peroleh dari usaha kita, bisa jadi itu merupakan hak orang lain. Saat kelaparan di perjalanan, uang di tangan kita jadi haknya pemilik warung, saat sakit uang kita jadi haknya dokter, saat atap rumah bocor, uang kita jadi haknya tukang.
Bukan hanya uang, diri kita sendiripun bukanlah milik kita, dengan kata lain, kita ini bukan pemilik diri kita sendiri. Kalau kita mati, jazad kita menjadi milik tanah, dan nyawa kita kembali kepada Allah.....
Gimana saudara-saudaraku ? .... masih sempat ngaku - ngaku memiliki uang, tabungan, rumah, mobil , kebun, perniagaan, pekerjaan ? Semua itu cuma titipan kata orang. Jadi ikhlaslah saat titipannya Dia minta dengan berbagai jalan dan cara.
Aku pernah bilang di bukuku "Menciptakan Keajaiban Finansial" , kalau pegang uang, aku merasa uang ini bukan punyaku, tapi punya Allah, jadi terserah Allah mau dikemanain uang ini. Jadi enteng tuh di perasaan, saat kebutuhan begitu banyaknya, ya mengalir saja dan kenyataannya Allah selalu mencukupi. Tidak sempat merasa, kok biaya ini mahal itu mahal ? Adanya hanya perasaan bersyukur saja.
Eyang Virien pernah bilang begini :" Sebenarnya kita ini tidak berhak merasa memiliki rejeki, karena kita hanya berhak mengelola saja ". Ucapan eyang ini susah dimengerti bagi orang-orang kebanyakan, bisanya dimengerti setelah dijalankan.
Apapun yang kita lakukan sebaiknya dilakukan dengan ikhlas, termasuk ikhlas memberikan hak orang lain, tanpa merasa apa yang berada di tangan kita berkurang. Senang melihat orang lain senang dan lakukan dengan kasih sayang.
Sahabat,
Kalian tahu, suamiku petani. Seminggu sekali memanen hasil kebun, menyewa mobil pick up Rp 300.000 untuk sekali panen. Pernah dia bilang begini :" Dik, kalau kita beli pikep, kita bisa menghemat uang 1.200.000 setiap bulannya. Malahan uang segitu bisa dipakai nyicil pikepnya ".
Lalu kujawab :" Hmmmm ..... ikhlas saja, itu berarti kebun mas sudah memberi penghasilan ke banyak orang, pasti pemilik pikepnya senang kalau kita tetap langganan sama dia ". Hasilnya sekarang, pemilik mobil pick up langganan kami itu amat berperan saat mas Hary keluar kota atau sedang sibuk. Dia jadi andalan mas Hary mengurusi panen. Enak kan ?
Begitulah ikhlas, ikhlas itu tidak menghitung, memberi tanpa merasa terkurangi.
Bagaimana pendapat kalian akan pernyataannya itu ? Atau pernah merasakan hal yang sama ?
Atau pernahkan merasa pengeluaran kok begitu banyak ? biaya sekolah anak-anak yang mahal ? atau biaya hidup yang tinggi ?
Aku sendiri pas membacanya, hati jahilku malah spontan bilang : "Iiiiih, orang kok kentara sekali pelitnya, itu memang haknya tukang kok, mbok yang ikhlas melihat tukangnya seneng dapat uang banyak hasil jerih payahnya selama seminggu. Bukankah dia juga mendapat kamar baru ?"
Menurut analisa seorang sosiolog terkemuka Indah Nur Qoriah ..... ( wk wk wk wk ... ), lahirnya perasaan berat akan beban pengeluaran yang ( menurutnya ) banyak itu adalah karena dalam hatinya merasa memiliki uang / materi.
Merasa sudah bekerja keras untuk mendapatkan semua yang direncanakannya ..... apanya yang salah sih ? Hmmmm ........ dia telah meletakkan usahanya sebagai sebab terwujudnya rencana-rencananya. Haluuusss sekali mengenali 'penyimpangan' ini, tanpa disadari telah mengesampingkan peran Allah. Eit, jangan dibantah dulu ...... tandanya bila perasaannya telah melenceng adalah munculnya perasaan sayang dengan uang lalu merasa berat membelanjakan atau merasa terlalu banyak yang dikeluarkan, seperti dalam contoh di atas muncul pernyataan : gaji tukang perasaan akeh temeeeen (banyak sekali).
Bandingkan dengan kalimat ini :"Alhamdulillah , Allah memberi rejeki melimpah hingga bisa membayar gaji tukang minggu ini, semoga uang yang diterimanya dariku berkah dan mencukupi keluarganya".
'Merasa memiliki uang' .... apanya yang salah dari kalimat ini ? Hmmm .... kalau merasa memiliki, pasti mempertahankan apa yang dimilikinya. Nah, coba kalau pas laper dieeeem saja, gak usah beli nasi biar uangnya utuh. Gak usah beli sabun mandi, gak usah beli pasta gigi, gak usah beli rumah, gak usah beli mobil ..... Hahaha .... katanya mau mempertahankan apa yang dimiliki (uang) ? .... hihihihi ....
Ternyata apa yang kita pegang sekarang ini belum tentu milik kita, dan apa yang kita peroleh dari usaha kita, bisa jadi itu merupakan hak orang lain. Saat kelaparan di perjalanan, uang di tangan kita jadi haknya pemilik warung, saat sakit uang kita jadi haknya dokter, saat atap rumah bocor, uang kita jadi haknya tukang.
Bukan hanya uang, diri kita sendiripun bukanlah milik kita, dengan kata lain, kita ini bukan pemilik diri kita sendiri. Kalau kita mati, jazad kita menjadi milik tanah, dan nyawa kita kembali kepada Allah.....
Gimana saudara-saudaraku ? .... masih sempat ngaku - ngaku memiliki uang, tabungan, rumah, mobil , kebun, perniagaan, pekerjaan ? Semua itu cuma titipan kata orang. Jadi ikhlaslah saat titipannya Dia minta dengan berbagai jalan dan cara.
Aku pernah bilang di bukuku "Menciptakan Keajaiban Finansial" , kalau pegang uang, aku merasa uang ini bukan punyaku, tapi punya Allah, jadi terserah Allah mau dikemanain uang ini. Jadi enteng tuh di perasaan, saat kebutuhan begitu banyaknya, ya mengalir saja dan kenyataannya Allah selalu mencukupi. Tidak sempat merasa, kok biaya ini mahal itu mahal ? Adanya hanya perasaan bersyukur saja.
Eyang Virien pernah bilang begini :" Sebenarnya kita ini tidak berhak merasa memiliki rejeki, karena kita hanya berhak mengelola saja ". Ucapan eyang ini susah dimengerti bagi orang-orang kebanyakan, bisanya dimengerti setelah dijalankan.
Apapun yang kita lakukan sebaiknya dilakukan dengan ikhlas, termasuk ikhlas memberikan hak orang lain, tanpa merasa apa yang berada di tangan kita berkurang. Senang melihat orang lain senang dan lakukan dengan kasih sayang.
Sahabat,
Kalian tahu, suamiku petani. Seminggu sekali memanen hasil kebun, menyewa mobil pick up Rp 300.000 untuk sekali panen. Pernah dia bilang begini :" Dik, kalau kita beli pikep, kita bisa menghemat uang 1.200.000 setiap bulannya. Malahan uang segitu bisa dipakai nyicil pikepnya ".
Lalu kujawab :" Hmmmm ..... ikhlas saja, itu berarti kebun mas sudah memberi penghasilan ke banyak orang, pasti pemilik pikepnya senang kalau kita tetap langganan sama dia ". Hasilnya sekarang, pemilik mobil pick up langganan kami itu amat berperan saat mas Hary keluar kota atau sedang sibuk. Dia jadi andalan mas Hary mengurusi panen. Enak kan ?
Begitulah ikhlas, ikhlas itu tidak menghitung, memberi tanpa merasa terkurangi.
Makasih Bundaaa... Ilmu luar biasaaaa... PR bangeeeuudd.. Alhamdulillah.. ada yang ngingetin, nikmaaaatt banget..
BalasHapusSama sama mb Amy, moga PRnya dapat nilai bageeeuuuus ...
Hapus