Selasa, 15 Oktober 2013

Kesombongan Dibalik Kurban

Ini kisah tentang salah seorang sahabat eyang , kisah yang membuat aku merenung.  Sebut saja beliau sang saudagar.

Ceritanya, sang saudagar adalah pendatang baru di kampung Makmur, yang berada di sebuah kota kecil yang ramai dan dinamis.  Sudah beberapa tahun sang saudagar tinggal di kampung itu, walau dia tidak bisa berbaur secara intens dengan masyarakat disitu karena kesibukannya keluar kota bahkan keluar pulau mengurusi perniagaannya.

Kebiasaan sang saudagar saat hari raya Iedul Adha adalah berkurban, seperti layaknya keluarga muslim pada umumnya.  Namun bedanya, sang saudagar memilih menyerahkan hewan kurbannya di daerah miskin.  Selama bertahun-tahun, sang saudagar jarang menyerahkan hewan kurbannya di kampungnya sendiri karena di kampung Makmur sudah banyak disembelih hewan kurban, lagipula di kampung Makmur, orang-orang sudah mampu membeli daging dalam kesehariannya.

Disamping berkurban, sang saudagar juga menerima daging kurban, setiap tahun sang saudagar menerima pembagian hewan kurban dari panitia di kampungnya yang  diterimanya dengan senang hati.  Beliau sekeluarga bisa menikmati hewan kurban dari para tetangganya.  Hingga pada suatu ketika .....

Panitia kurban tahun itu melakukan penyembelihan tepat di depan rumah sang saudagar, ramai anak-anak menonton prosesi penyembelihan beberapa ekor sapi dan beberapa ekor kambing.  Cukup banyak hewan disembelih, melebihi jumlah tahun lalu, menandakan penduduknya bertambah makmur. 

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini sang saudagar tidak menerima pembagian hewan kurban, dan membuatnya begitu tercenung.  Bukan perkara dagingnya, karena sebenarnya sang saudagar bisa makan daging setiap hari, tapi persoalan yang mengusik perasaannya adalah , sang saudagar merasa diabaikan keberadaannya.  Biarpun secuil daging, baginya sudah menunjukkan penerimaan masyarakat akan kehadirannya yang bukan penduduk asli. 

Padahal dia sudah berusaha berbuat baik kepada para tetangga, dia termasuk orang yang suka berbagi. Lantas mengapa para tetangga seperti tidak peduli padanya ?  Perasaan terabaikan membuatnya sedih dan mengadu kepada Allah. 

Dalam pengaduannya itulah, dia mendapat jawaban Allah yang turun di hatinya, bahwa kejadian itu adalah bentuk perlindungan Allah terhadap keluarganya dari daging kurban yang dilakukan karena kesombongan !!!

Sang saudagar merasakan kesejukan yang indah menguasai hatinya.  Jawaban Allah itu telah membuatnya begitu terharu, didapatinya  Allah Maha Halus dan Maha Kasih. Betapa bersyukur dirinya mendapat perlindungan Allah dari makanan yang dipersembahkan karena kesombongan, dan bukan murni karena Allah.  Betapa Maha Halusnya Allah yang telah melindungi perutnya dan perut seluruh anggota keluarganya dari hal buruk yang begitu tersembunyi.

Kalian boleh percaya dan boleh pula tidak dengan ceritaku, tapi itu kisah nyata, aku mengenal dengan baik tokoh dalam cerita itu, seorang teman eyang yang memang benar-benar orang yang dekat dengan Allah. Aku tidak punya alasan untuk tidak mempercayainya, karena al quran juga menceritakan tentang kisah kurban yang tertolak, yang berarti  tidak semua hewan kurban yang disembelih, diterima disisi Allah.

Walaupun secara hukum agama, daging yang disembelih dengan membaca asma Allah adalah daging yang halal.  Tapi orang-orang tertentu, yang begitu dijaga kesuciannya oleh Allah, secara khusus mendapat perlindungan Allah dari hal haram yang amat halus dan tersembunyi.  Secara logika, daging yang diniatkan bukan untuk Allah, berarti diniatkan untuk selain Allah, yang identik dengan  untuk berhala, dan itu haram dimakan.  Mungkin berhala yang berwujud pujian manusia dan kesombongan.

Baru kutahu, ternyata ada orang yang berkurban karena ingin menyombongkan diri.  Mungkin dia merasa bangga karena telah menyembelih sapi, mungkin ada panitia qurban yang merasa berhasil dan bangga dengan jumlah hewan kurban yang banyak .... wallau alam.

Selain membanggakan diri dengan hewan kurbannya, ada juga orang yang berkurban karena ingin dipuji dan ingin dipandang terhormat di masyarakat, yang berarti dia  tidak tulus  mencari keridhaan Allah.

Inilah yang menjadi pertanyaan besarnya : Apakah kurban yang kita lakukan diterima Allah ?

Barangkali jawabnya nyelempit di hati kita masing-masing.

Semoga Allah mengampuni sesuatu yang 'nyelempit' itu, menyucikannya dan menerima ibadah kurban yang kita lakukan.  Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar