Senin, 14 Oktober 2013

Menyembelih Pelit

Suami gantengku, mas Hary,  memelihara lele di kebun, dan pertumbuhannya bagus.  Dia merencanakan bisa panen lele setiap bulan, jadi lelenya ditebar dalam beberapa periode.  Ada banyak kolam plastik dia buat di kebun, dan ada juga kolam yang dia hadiahkan buat mas Saidi, penanggung jawab kebunku.

Tiap kali mas Hary membeli benih lele, dia membelikannya juga untuk mas Saidi, lalu dia bilang :"Ini aku sedang menyembelih sifat pelitku dik ".

Dan mas Hary memahami makna berkurban di hari Iedul Adha adalah menyembelih pelit itu tadi. Dan dia memahami berkurban itu bisa sewaktu-waktu, tidak harus hari raya Iedul Adha, dan berkurbannya juga tidak musti menyembelih kambing atau sapi !!!

Aku persilahkan anda protes dengan pendapat suami sayangku ini, tapi dalam hati saja yaaaa .... hehehe.  Tapi sebelum protes, coba bayangkan dulu jadi aku yang punya faham berkurban itu ya di hari raya Iedul Adha dan musti dengan hewan sembelihan, itulah syariatnya dan itulah 'contoh soal' dari Nabi. Nah, bayangkan perasaan seorang istri yang tidak sejalan dengan pendapat suaminya .......

Sejujurnya aku ingin meledak dan membanjirinya dengan berbagai 'dalil', lalu biasanya aku akan ngotot memperjuangkan pendapatku dan bisa jadi kami akan bertengkar.

Tapi aku tidak bisa seperti itu, karena  aku malu sama al quran.  Aduh, malu sama Allahnya nomer berapa ya ? tapi bukankan al quran adalah firman Allah, berarti boleh dong ya malu sama al quran ?

Iya, aku memang malu sama al quran, karena aku sedang menghafal surat at taghabun, yang disana dikatakan :

[64:14] Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi (berlapang dada) serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Bila aku nurut sama ayat itu, aku musti memaafkan mas Hary dan berlapang dada dan tidak marah dengan pendapatnya yang berbeda denganku.

Oke ya Allah, aku mau nurut, aku mau memaafkan dan tidak marah dengan pendapat anehnya. Deal !!!

Makanya hari raya ini, aku  cuek saja melihat mas Hary tidak berkurban seperti tahun-tahun kemarin.  Tapi ketika beliau bersama ustadz Virien nganterin kambingku ke Gubug, aku melihatnya membeli beberapa perlengkapan untuk pembuatan kolam lele.  Oh, rupanya kurban ala mas Hary adalah modalin Gubug beternak lele .

Yaaaa, aku menghormati pendapat suamiku, seperti dia menghormati pendapatku.  Kurasa kurban mas Hary lebih panjang manfaatnya.  Bila dinilai dari jumlah nominal yang setara dengan kambing, maka kurban ala mas Hary  bisa lebih panjang manfaatnya.  Selain memberi penghasilan, juga mengajarkan ketrampilan yang bisa jadi sumber pendapatan di masa depan untuk pesantren Gubug.

Kalau menurutku sih, kedua macam kurban, sepertiku yang sesuai syariat, atau seperti mas Hary yang cenderung ke hakikat, bisa dilakukan keduanya , jadi dobel manfaat kan ?

Oh ya, kurban ala mas Hary juga dilakukan terus menerus sepanjang hidup ini, karena yang disembelih adalah sifat pelit.  Jadi setiap ada kesempatan si pelit memunculkan diri, segera ditebas dengan memberikan sebagian yang kita punya kepada orang lain.  Keren juga idenya .... I love u muach muach , suamiku terkonyong konyong .... hehehe.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar