Jumat, 19 April 2013

Perjalanan si Nasi Bungkus

Sejak aku 'mengkampanyekan' bagi-bagi nasi bungkus, ada banyak cerita yang masuk ke 'meja redaksi' ..... ehm.  Beberapa yang manis-manis sudah aku ceritakan, yang lucu-lucu belum yaaa , yang menyakitkan juga belum ..... hmmm .... dulu sih sengaja aku simpan yang sakit-sakitnya , kan namanya kampanye, ya obral yang manis manis saja.  Sekarang aku mau buka yang pahitnya, karena ada yang nanya ...... ya aku tak jawab yang panjaaaang.

"Pernah ditolak ?", ini pertanyaan sahabatku yang nasi bungkusnya dihina karena lauknya gak enak, katanya, sampai membuat dia begitu malu.

Indah pernah ditolak nggak ya ? belum tuh, maksudku belum sampai sepuluh kali ditolaknya ..... hehehe.  Ya, mungkin ini proses terkabulnya doa, bukankah aku selalu berdoa semoga nasiku sampai ke perut orang yang benar-benar lapar? Jadi kupikir, inilah proses seleksinya.

Pernah aku memberi nasi bungkus ke orang gila yang kurus dan kotor, bukannya diterima, malah diceramahinya aku ....., dengan isyarat  tangannya dia menolak nasiku lalu dia 'berpidato' tentang bangsa dan negara .... hahaha .....  Kejadian ditolak orang gila ini bukan cuma sekali itu, tapi aku tak pernah bosan memberi pada mereka, ditolak ya dikasih ke yang lain, beres kan ? dan rasanya memang tak semenyakitkan ditolak tukang becak dan pengemis.

Tukang becak di Malang itu 80%nya dijalani oleh orang yang sudah tua (nangis nih Indah ....), makanya salah satu target nasi bungkusku ya tukang becak.  Tapi pernah dua kali nasi bungkusku ditolak tukang becak, untungnya bukan aku yang bagiin, pas mas Hary sendirian.

"Sayang, mungkin masakanmu kurang enak, kan kamu kalau masak gak pakai vetsin, trus gak pedes, dan kurang asin", gitu cerita mas Hary.

"Ini sudah kedua kalinya, ya mulai besok gak usah ngasih tukang becak di depan stasiun kota baru,  ya cuma satu orang sih, mugkin dia dulu pernah menerimanya, trus kok rasanya gak cocok, jadi sekarang gak mau lagi", gitu kata mas Hary.

Sejak itu aku kalau masak pakai vitsin atau kaldu bubuk, dan pedes asin. Aku bikin pembagian tugas dengan bu Kot, pagi-pagi aku yang menyiapkan nasi bungkus, kalau masakan buat keluargaku sendiri bu Kot yang masak dan gak pakai vitsin.

Ditolak pengemis juga pernah, yang ini nih kasihan banget, soalnya pas Alniku sayang yang memberikannya ke pengemis yang meminta minta di depan butik.

"Ibuk, orangnya gak mau nasi", kata Alni.
"Ya sudahlah, gak mau ya gak apa apa, mungkin sudah makan", kataku.

Sejak itu kalau ada pengemis, aku nanya dulu :"Sudah makan buk?".  Kalau dia jawab belum, aku tawari dulu, apa mau dibungkusin nasi atau dimakan disini ?  Rata-rata sih memilih dibungkus saja nasinya.

Semula, sakit juga di hati mendapat penolakan-penolakan itu, tapi lama-lama biasa saja, dan lama-lama aku ketemu mereka-mereka yang memang membutuhkan uluran tanganku, punya 'langganan' gitu.

Bila bertemu orang yang memang dalam keadaan lapar dan menerima nasi bungkusku dengan penuh rasa terimakasih, rasanya hilang semua yang pahit-pahit itu.

Ada pengalaman lucu juga, pernah aku dikira lagi jualan nasi bungkus .... hehehe.  Ceritanya mas Hary keburu-buru, jadi aku gak sempat mandi, wajah kumut kumut, trus menyambar kerudung seadanya, dapatnya kerudung kaos yang modelnya kayak emak-emak di pasar tradisional, jadi persisss deh .... Hmm, saat itu suamiku berhenti di tempat pembuangan sampah di dekat Velodroom, setelah menghitung berapa kepala yang sedang mengais sampah, aku turun dengan satu kresek hitam nasi bungkus.

"Sarapan pak ?", kataku.  Wajah-wajah yang sedang tenggelam dalam pekerjaannya itu menatapku heran (mungkin dalam hati bertanya, secantik ini kok jualan nasi bungkus? .... hihihi)  Tapi rupanya ada seorang bapak yang mengenaliku sebagai distributor nasi bungkus gratis.

"Ya ya bu, maaf-maafkan kami.  Terimakasih ya bu, Allah yang membalasnya", kata bapak itu terbata-bata sambil menerima tas kresekku.

Lucu-lucu lainnya, beberapa kali aku 'diserbu' abang becak dan tukang parkir. Salah satu kejadian, TKPnya di perempatan Klojen, karena masih pagi dan sepi, mobil suamiku menepi disamping abang becak yang sedang mangkal, kami berikan sebungkus, eh yang pada jauh dari TKP berbondong bondong datang, rupanya pada belum sarapan semua ..... alhamdulillah nasinya cukup.

Tukang becak yang mangkal di perempatan Klojen itu juga amat setia kawan, kalau aku datangi sedangkan yang ada cuma satu orang, dia mintanya 5 bungkus.
"Buat teman-teman yang pada narik ya bu", begitu pintanya, dan tentu saja aku memberinya dengan ikhlas.

Kalau tukang becak yang di pertigaan Sawojajar bukan hanya setia kawan dengan sesama profesi, mereka peduli juga dengan teman mereka penjaja koran, jadi mereka minta lebih untuk diberikan ke anak koran, begitu mereka menyebut. Mengharukan melihat dalam keterbatasan mereka begitu rukun, saling menyayangi dan peduli dengan sesamanya.

Tidak semua orang berangkat kerja dengan perut kenyang habis sarapan, ini benar-benar kulihat sendiri dari hasil interaksiku dengan mereka-mereka itu.  Padahal pekerjaan mereka mengandalkan kekuatan fisik yang menguras energi. Malah yang sering terjadi, makan hari ini dicari hari ini.  Bandingkan dengan kita-kita yang bikin stok bahan makanan buat sebulan.

Dari interaksiku dengan pemulung, juga kutemui pemulung yang mengais sampah berjalan kaki dari rumah ke rumah sejauh kira kira 8 km setiap harinya pulang pergi, jadi totalnya 16 km setiap hari dia tempuh. Yang lebih mendingan yang bersepeda pancal, tapi jarak tempuh mereka setiap harinya juga jauh banget.  Sebagian pemulung memilih 'stasiun sampah' yang cukup besar dan tersebar di beberapa tempat.

Begitu banyak suka duka berbagi nasi bungkus dan ada juga pengalaman yang membuat batin ini amat terharu.

Pernah dua orang lelaki yang sudah tua renta mengemis di butik pagi-pagi, saat itu sedang tidak ada makanan di rumah.

"Bapak sudah makan?", tanyaku, dijawab dengan gelengan kepala.
"Bapak mau nunggu dimasakin mie sama telur?" tanyaku, dan mereka bersedia menunggu dan wajah keriputnya menatapku penuh rasa terimakasih saat menerima dua bungkus mie yang berhias telur ceplok.

Pernah juga ada seorang pengamen menyanyi dengan okulele usang, tubuh dan wajahnya layu dan kurus, bajunya juga lusuh.  Saat itu pas ada tukang bakso di depan butik, spontan aku menawarinya bakso, dan kusediakan kursi di teras.  Dia begitu berterimakasih dan wajah kuyunya jadi berseri, kukira karena dia tadi amat lapar, sementara uang hasil mengamennya belum cukup untuk ke warung.  Kasihan, mereka memang orang-orang yang menderita.

Ada juga sih pengemis yang memang profesinya, sebenarnya mereka kaya loh, kaya dari mengemis maksudku. Membedakannya yang susah, mana pengemis kaya dan mana yang miskin sungguhan.  Kalau menurut tuntunan al quran sih, memberi itu kepada orang miskin yang meminta dan tidak meminta, syarat utamanya miskin, jadi orang kaya yang pura-pura miskin gak masuk dalam daftar nih.

Selain nasi bungkus, aku bagi-bagi beras juga.  Aku usahakan selalu ada beras kemasan 5 kg-an di rumah, biar sewaktu-waktu dibutuhkan, siap disalurkan. Pemulung yang mengais sampah di depan butik kadang juga aku kasih beras dan mereka senang sekali.  Tapi ada seorang pemulung yang memanfaatkan kebaikanku, masak baru 3 hari aku kasih beras, eh .... datang lagi dan bilang berasnya sudah habis .... wah, kerasa ada yang aneh saja, jadi gak aku kasih.

Orang yang berbuat baik, selalu ada ujiannya, ya seperti aku ceritakan, ya ditolak, dimanfaatkan, disalah artikan, dilecehkan .... wes ra sah diurus, urusan kita adalah berbuat baik karena Allah, niatnya ditata lagi.  Dan jangan menyerah oleh berbagai hambatan, baik dari dalam dan dari luar diri.  Dan satu lagi pesan al quran, jangan memberi dengan mengharap imbalan meskipun sekedar ucapan terimakasih.

Hikmah dari perbuatan memberi makan fakir miskin ini luar biasa banyaknya, kalau aku sendiri merasakan keluargaku bertambah damai dan bahagia, perniagaan lancar, hubungan dengan karyawanpun kurasakan lebih harmonis dan menyatu, rasanya hidup itu kayak gak punya persoalan, indah untuk dinikmati.

Ada lagi pembacaku yang bilang, sejak bagi-bagi nasi bungkus, uang yang dia pegang yang biasanya cepat habis, mengalir seperti air katanya, jadi 'awet', karena ada saja pemasukan yang tidak disangka-sangka.

"Allah seperti selalu mengirim 'wesel instant' padaku bunda", begitu katanya.  Wah, senang sekali mendengarnya, mau dong ....

Punya pengalaman saat bagi bagi nasi bungkus? ceritain Indah dong, biar bisa aku bagi ceritanya buat semua sahabatku, agar kita saling memberi semangat dalam menjalankan perintah Allah ini.  Ceritanya diinbox ke fbku aja yaaa, untuk cerita yang bagus akan mendapat ...... balasan dari Allah pastinya .....

2 komentar:

  1. Heheheheh,pernah tuh aq bunda,disangka tukang jualan nasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha ... pasti pembelinya banyak, wong penjualnya cantik gitu ....

      Hapus