Sabtu, 03 Agustus 2013

Rumah Yang Menyinari Langit


Sahabatku sayang,
Sebelum membaca tulisanku yang satu ini, aku ajak kalian menghubungkan hati dengan Allah.  Mohonlah pencerahan dariNya, agar dibukakan pintu pemahaman, karena yang akan aku jelaskan kali ini adalah hal yang sangat halus. 

Kejadiannya di tahun 2012 di Negara Bali, di penghujung ramadhan, di malam hari raya Iedul Fitri, di tengah suara takbir yang bersahut-sahutan.

Esok adalah hari raya dan kaum muslim sedang bergembira, suara takbir terdengar syahdu menjangkau langit.

Saat itulah aku melihat pemandangan yang sangat indah, malaikat turun dari langit , putih bersayap, dengan wajah yang khas, wajah yang bukan lelaki dan bukan perempuan, yang wajahnya tidak bisa aku rekam dalam memoriku.

Sebagian mereka turun ke rumah tempat aku tinggal, aku hanya tertegun,  menikmati segala  keindahan yang tersuguh malam itu.  Bau harum kebahagiaan memenuhi hatiku, hati penduduk bumi dan hati alam semesta yang tersihir dalam kelembutan yang damai.

Lalu aku melihat rumah tempat tinggalku bersinar dan sinarnya menerangi langit , seperti lampu senter raksasa yang sinarnya membias, semakin jauh semakin luas wilayah yang diteranginya.

Aku hanya memuji Allah, larut dalam dzikir alam semesta, tanpa tahu apa makna rumah yang bersinar menerangi langit.

Rumah itu telah lama aku tinggalkan, dan aku hanya bisa menyimpan kenangan indah itu dalam ingatanku.  Rumah itu adalah rumah seorang teman yang patungan bisnis dengan suamiku, yang saat aku mengalami kejadian itu bisnis suamiku sedang ambruk.  Kejadian yang menuntunku membuka bisnis garment yang berkembang hingga sekarang.

Rumah itu sekarang sudah berganti pemilik.  Apa arti rumah yang bersinar itu baru aku sadari saat ini.

Di alam nyata yang tampak cetho welo welo (jelas terlihat) ini, langitlah yang menyinari bumi, karena Allah memasang matahari sebagai sumber energi di atas kita.  Tapi di alam spiritual, manusia sebagai ciptaan Allah yang paling mulia, adalah sumber cahaya untuk langit, karena dalam diri manusia Allah meletakkan  sifat-sifatNya yang terkecilkan secara tak terdefinisikan.

Rumah yang bercahaya  itu adalah sebuah simbol, yang intinya, tiap kali kita berbuat kebajikan, meskipun kebaikan sebesar biji zarahpun,  Allah pasti melihat dan menghargainya sebagai sebuah cahaya yang memercik dalam tubuh halus kita.

Setiap kita berupaya membaikkan diri di hadapan Allah, cahaya-cahaya itu semakin menerangi tubuh kita, menumpuk dan  semakin banyak.  Bila cahaya itu telah cukup menerangi diri kita sendiri, maka cahaya yang datang lagi dan datang lagi itu akan memancar keluar, menyinari sekeliling kita, dari yang terdekat, mulai dari keluarga kita, tetangga, teman dan kerabat, dan semakin meluas ke orang-orang yang tidak kita kenal, dan pada puncaknya sinarnya akan menembus langit.

Bagaimana kita bisa tahu bahwa diri kita cukup bercahaya atau tidak ?
Tanyakanlah kepada diri sendiri, bahagiakah dengan hidup pemberian Allah ini ? selalukah hati kita terhias asmaNya dan penuh dengan rasa ikhlas dan syukur ?  Masihkah hati kita menyimpan  perasaan benci, tidak suka, dendam, marah dll ?

Hati yang bercahaya adalah hati yang selalu bahagia, tercerabut segala rasa khawatir, sedih, marah, dendam, benci dan segala perasaan negatif lainnya.  Sebaliknya hati yang penuh hal negatif dalam bahasa Jawanya  sumpek,  hati yang sumpek adalah hati yang serba tidak bahagia, merasa sempit dan menderita, kehilangan cahaya dan gelap gulita. 

Sahabat,
Mumpung masih di bulan ramadhan, marilah bermohon kepada Allah, agar Allah berkenan mengganti hati yang sumpek dengan hati yang padhang (terang tersinari cahaya).  Dan ambillah peluang berbuat kebaikan, meski kecil terlihat di hadapan manusia, karena Allah selalu menghargainya.

Kebaikan bisa dimulai dari perasaan dan pemikiran kita, seperti  melenyapkan dendam dan sakit hati , berprasangka baik, manahan amarah dan memaafkan, dll.  Ikuti dengan perbuatan anggota tubuh, tersenyum dan ramah, selalu menolong dan ringan tangan.  Lalu perbuatan memberi yang berupa materi, bersedekah, membagi makanan ke fakir miskin, menyumbang kegiatan yang merupakan perjuangan di jalan Allah, dll dll.

Kebaikan yang kecil-kecilpun, bila terkumpul akan menjadi besar juga,  jangan sia-siakan peluang berbuat baik, dan biarkan hatimu menyinari langit.

Quran Surat At tahrim [66:8] Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar