Jumat, 30 Agustus 2013

Kisah Anak Bakul

Pulang sekolah, Alni berjalan dengan sangat pelan lalu mengagetiku dengan teriakan keras.

"Nah, ibuk kaget kan ? gak nyangka kan kalau Alni sudah pulang ?", katanya menikmati kemenangannya.
"Hahaha ... iya iya ", kataku.
"Ibuk bikin apa ini ? Bagus banget !".
"Ibuk bikin jepit rambut sama bros.  Ini renda sudah tak terpakai yang ketemu waktu mbak Santi bersih bersih kemarin ", kataku.

"Mengapa sih ibuk banyak kreasinya ?", tanyanya heran.
"Ibuk hanya berdoa sama Allah waktu melihat renda sebanyak itu, ibuk minta petunjuk sama Allah sebaiknya dibikin apa, trus Allah masukkan kreasi ini ke kepala ibuk ", kataku.  Alni menyimak penjelasanku dengan serius.

"Mak Ting gitu ya buk, trus kepalanya ibuk keluar lampunya yang terang gitu ya buk ?", katanya sambil tangannya bergerak gerak di atas kepalanya membentuk siluet lampu, lalu tertawa ngikik.
"Hahaha ... itu kan di tivi sayaaang", kataku dan dia tambah tertawa lepas menertawakan imajinasinya sendiri.

 
kebayang nggak betapa lucunya dia ?

Tak lama kemudian Valen datang, gadis kecil yang masih berseragam pramuka itu membisikkan sesuatu di telinga Alni yang bisa kudengar.  Rupanya ada teman cowok sedang menunggu Alni di luar butik.

"Wah, sudah habiiiis lah", kata Alni dan berbisik bisik lagi dengan Valen, kali ini aku tidak bisa mendengarnya.

Sepulang Valen, aku mencari tahu apa sih yang sedang jadi bahan pembicaraan Alni dengan Valen.

"Alni itu jualan pencil buk, seribuan, sudah habis", katanya.
"Hah ? trus Alni beli pencilnya dimana ? Pencil yang kayak apa ?".
"Pencil seperti yang ibuk pinjam dari Alni kemarin, belinya dari KUD ".
"Hah ? seribuan ? memangnya Alni sudah untung ? sudah dihitung ?".
"Sudah lah buuuk, belinya limaribu dapat sepuluh, Alni jualnya seribuan", katanya, dan tanpa menunggu jawabanku, dia berceloteh.
"Alni juga jualan kertasnya binder, limaratus dapat dua, kalau seribu dapat empat", katanya, aku terperangah kaget dan heran ... lalu tertawa ....

"Dasar anake bakul !", kataku.
"Apa itu bakul?"
"Bakul itu pedagang, sayang".
"Bukan ... ibuk itu bukan bakul, kalau bakul itu kan yang jualan di jalan kayak tukang bakso".
"Kalau tukang bakso itu namanya pedagang kaki lima ".  Mata Alni berkerjap kerjap, rupanya sibuk menghitung kaki pedagang bakso.

"Kakinya ada enam tuh buk, kan kaki gerobaknya empat, kaki pedagangnya dua, enam kan ?".  Aku tertawa dan siang itu kami tertawa berdua.

"Wah, jepit sama brosnya ibuk bisa Alni jual di sekolah niiih", katanya , rupanya pikiran 'bakul'nya mulai bekerja.
"Alni jual berapa ya ? dua ribuan aja ", tanyanya pada dirinya sendiri.
"Jangan Alni, itu kemahalan, seribu lima ratus rupiah gitu, tapi kalau beli dua, dua ribu limaratus", kata Windy karyawanku.
"Iya-iya ", kata Alni sambil tertawa memperlihatkan gigi depannya yang ompong.

"Uangnya Alni dari jualan dipakai apa ?", tanyaku penasaran.
"Dipakai beli jajan di KUD", katanya jujur.

"Wah, jangan lupa beramal loh ya", kataku.

Kemarin Alni sudah beramal ke pesantren Gubung, uang tabungannya yang dia kumpulkan dari sisa uang jajannya sejumlah  Rp 72.000. Dan dia tak peduli dengan sisa uang tabungannya yang tinggal beberapa ribu saja. Pas kenaikan kelas kemarin, dia juga memberikan seluruh tabungannya sebanyak Rp 250.000  untuk temannya yang menunggak membayar sumbangan sekolah tanpa merasa menjadi pahlawan.  Dari hasil jualannya ini belum, dan tugasku untuk menemaninya mengelola 'penghasilan'nya.  Sekaligus memberinya pengertian bahwa semua hasil usaha ini adalah rejeki dari Allah, dan ada bagian tertentu yang musti dia keluarkan untuk yang berhak menerima.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar