Jumat, 09 Agustus 2013

Tetangga Oh Tetangga

Sejak kecil, sampai aku setua ini, kebiasaanku berhari raya Iedul fitri, setelah shalat Ied  berkeliling ke rumah tetangga di Ngantang.  Bila dulu waktu aku kecil, aku berkeliling dengan bapak dan ibu, sekarang aku yang menuntun anak anakku bersilaturahim ke tetangga.

Tentu banyak hal berubah selama puluhan tahun kebiasaanku itu.  Tiap tahun selalu ada tetangga yang berkurang karena meninggal, disamping ada yang bertambah karena menikah dan punya anak.
Selalu ada berita baru tentang para tetangga, dari pekerjaan mereka yang merantau ke luar pulau bahkan keluar negri, tentang anak-anak mereka yang sudah lulus kuliah, yang baru lahir, hingga tentang sapi mereka yang bunting.  Asyik ... kurasa kalian juga mengalaminya.

Lebaran tahun ini, masih seperti tahun-tahun kemarin, pagi setelah shalat ied, sarapan, lalu aku giring anak-anak dan menantuku berkunjung ke para tetangga. Ini hari raya kedua aku punya menantu loh.

 

Yang amat membekas dalam memoriku, tetangga depan rumah wetan (rumah masa kecilku yang sudah ditempati kakakku), tahun ini 2 orang meninggal, yang 2 sakit keras dan keempatnya bersaudara.

Pas persis depan rumah wetan itu ada kira kira 10 rumah yang semuanya bersaudara.  Dan ketika menyadari bahwa penghuninya sebagian sudah meninggal, dengan dua orang yang sakit keras ..... batinku rasa turut kehilangan.

Tetangga adalah saudara terdekat. Karena berdekatan itulah, jadi sering muncul gesekan.  Untungnya ibu dan bapak selalu mendidik kami menjadi orang yang penuh toleransi dan selalu memaklumi tetangga. Toh pada saat kita kesulitan, tetangga adalah orang pertama yang mengulurkan bantuan.

Bila dianalisa dengan jujur, dimanapun kita berada, akan selalu bertemu dengan tetangga yang njengkelin dan bikin masalah .... hehehe, tapi juga bertemu dengan tetangga yang baiiiiknya minta ampun.

Kadang ada tetangga yang sikapnya amat sombong, kadang kebiasaannya mengganggu, tapi dia sendiri gak merasa mengganggu, kadang ketemu tetangga yang ucapan-ucapannya nusuk kuping , kadang malah mereka sengaja bikin ulah yang membuat kita jengkel.

Duluuuuu banget, waktu aku kecil, ada tetangga yang sengaja melepas ayamnya lalu seenaknya sendiri nelek di teras rumah ibu, itu berlangsung puluhan tahun. Atau membunyikan tape recorder keras-keras kayak orang mantu  mbribeni tanggane (mengganggu kuping tetangga). Ada juga yang tanpa merasa berdosa mengambil barang milik kami di depan mataku, barangkali dia pikir aku masih kecil, tidak perlu ditakuti atau disungkani.

Ketika aku sudah tua gini, dan jauh dari rumah ibu, masiiiih saja ketemu sama tetangga yang serupa tapi tak sama.  Ada yang tiba tiba saja tidak menyapaku tanpa tahu apa salahku, begitu ketemu denganku  pethuk gathuk, dia melengos.  Di lain hari tiba tiba dia begitu baik dan tersenyum ramah menyapaku. Ada tetangga yang memaki-makiku di telepon sampai aku semaput !!! cuma gara-gara soal karyawan.

Nah, pernah mengalami seperti itu ? atau yang mirip mirip ? mudah-mudahan gak separah ceritaku deh.  Aku ceritakan  semua itu agar kalian bisa mengambil pelajaran.

Bagiku semua perlakuan tetangga itu merupakan ujian, dan soal yang harus dikerjakan.  Tantangannya adalah, bagaimana membalik perlakuan ajaib itu menjadi baik.  Bagaimana membalas keburukan dengan kebaikan. Bagaimana membalik sikap bermusuhan menjadi bersahabat ?

Yang aku lakukan adalah berbuat baik saja sama mereka, dan sejauh ini endingnya baik. Yang penting juga, perlakuan baik kita bukan cuma lipstik, bukan hanya di luar saja, jadi hati kita juga musti baik sama mereka, hilangkan sakit hati dengan memaafkan, hilangkan benci dengan kasih sayang, hilangkan dengki dengan ikut merasakan kebahagiaan mereka, hilangkan semua hal negatif dan ganti dengan hal positif.  Bagaimanapun kita perlu tetangga, tinggal sendirian juga gak enak kan ? ... tarzan dong ... hehehe.

Senjata paling ampuh untuk memperbaiki ikatan dengan tetangga adalah suka memberi hadiah, sampai tertulis di sebuah hadits, bila kita memasak, banyakkan kuahnya agar bisa berbagi dengan tetangga.  Jadi tetangga jangan dikirimi bau aja .... hehehe.  Hadits ini mengajarkan bahwa kita musti suka berbagi dengan tetangga, teristimewa makanan, walau berbagi pakaian juga tidak dilarang.  Sepertiku yang kadang berbagi kerudung, atau baju produksiku, kadang juga kaos kecil untuk anak anak mereka bila aku ke Bandung.

Ketika melihat tetangga sakit, segala permasalahan di masa lalu sudah tidak ada artinya lagi, sudah berganti dengan iba,  kasih sayang dan doa tulus.  Terlebih bila mereka sudah meninggal, malah kita akan merindukannya !!!

Mengapa ya musti menunggu tetangga sakit baru muncul kasih sayang ? padahal dia lebih membutuhkan kasih sayang dan doa kita saat dia berjalan dengan sombongnya..... Mengapa menunggu hari raya baru berhati damai dengan tetangga ? padahal berhati damai sepanjang usia itu membuat kita bahagia ..... Mengapa tidak dari dulu saat meletusnya kejengkelan terhadap tetangga hati langsung memaafkan ? mengapa sih pelit sama maaf ? kan gak pakai beli ? gak mengeluarkan tenaga fisik juga ? hanya menyediakan hati untuk ikhlas , sementara ikhlas itu memperindah hati dan kehidupan.

Bila pada akhirnya nanti, semua orang akan berkumpul di hadapan Allah, saudara tidak bisa menolong saudaranya, ayah tidak bisa menolong anaknya, tetangga tidak bisa menolong tetangganya, .... mengapa tidak sekarang saja kita menolong diri kita sendiri dengan menyucikan hati ? menolong orang lain dengan doa dan kasih sayang ? sejak sekarang ...... tidak usah menunggu lebaran .... apalagi menunggu di padang maghsyar .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar