MANUNGGALING KAWULA GUSTI
Apa tuh manunggaling kawula gusti? Maaf, Indah memakai istilah bahasa Jawa, karena eyang Syamsul'alam memang menulis menggunakan bahasa Jawa di majalah Jawa "Panyebar Semangat".
Manunggaling kawula gusti itu maksudnya menyatunya hamba dengan tuhannya, tapi jangan berpikir menyatu secara fisik gitu ......... wah, jangan ....... Allah itu kan berbeda dengan makhluk. Kalau eyang Syamsul'alam lebih suka bilang 'manunggaling karsa kawula gusti' yang artinya menyatunya kehendak hamba dengan Tuhannya.
Menyatunya kehendak antara hamba dengan Allah itu secara sederhana maksudnya begini : apapun dan kejadian apapun yang Allah kehendaki terjadi pada diri seorang hamba, hamba itu akan menerimanya dengan bahagia. Secara lebih mendalam maksudnya kehendak hamba sudah menyatu dalam kehendak Allah dan kehendak Allah sudah menyatu dalam kehendak hamba, jadi seorang hamba bisa tahu apa kehendak Allah untuknya, dan 'kehendaknya sendiri' sudah menjadi kehendak Allah. Aku tulis 'kehendaknya sendiri' berada dalam tanda kutip, karena kehendak dalam diri seseorang musti melewati aproval dulu dari Allah, Allahlah yang mengijinkannya, Allahlah yang menggerakkannya, bahkan Allahlah yang menumbuhkannya.
Yang menarik dari manunggaling kawula gusti , adalah terjadinya proses 'kun fayakun' dalam dirinya, bila terjadi dalam diri para Nabi disebut mu'jizat seperti saat N Musa membelah laut , dalam diri para wali disebut karomah seperti yang terjadi saat Sunan Kalijaga menunjuk pohon yang buahnya langsung berubah menjadi emas. Bila terjadi pada manusia biasa adalah mewujudnya segala keinginan dalam waktu singkat, misalnya dia kepingin ayam goreng, tak lama ada tetangga ngirimin ayam goreng persis yang dibayangkannya.
Dalam tingkatan yang lebih tinggi lagi , manunggaling kawula gusti membuat seorang hamba mempunyai kekuasaan dalam wilayah yang tak kasat mata. Dia bisa mengatur dan mengendalikan orang banyak , baik orang yang dia kenal maupun tidak hanya lewat pikirannya. Dia juga bisa memerintah benda-benda , makhluk halus dan alam untuk menurutinya. Semua dia lakukan untuk mewujudkan tatanan yang lebih baik di alam semesta, seperti kehendak Allah.
Melatih diri untuk bisa manunggaling kawula gusti ini dimulai dari hal yang kecil-kecil dalam kehidupan kita, sampai peristiwa yang menurut kita besar dan berat. Dalam kehidupan ini segala macam peristiwa terjadi ; pahit-manis, kecewa-bahagia, kehilangan-bertambah, memberi- menerima ..... banyak hal, dan setiap orang mengalami. Harus disadari bila aneka peristiwa dalam kehidupan itu merupakan salah satu cara komunikasi Allah dengan makhlukNya.
Persoalannya adalah, mampukan kita menerjemahkan bahasa peristiwa ke dalam bahasa pengertian hati yang menyampaikan kita akan maksud Allah memberikan semua hal dan peristiwa tersebut kepada kita?
Latihannya begini, sadari dulu bahwa segala hal dan peristiwa itu terjadi karena Allah dan dengan ijin Allah, Allah memberikan itu semua adalah berdasarkan kasih sayang, cinta dan kebijaksanaanNya, semua pasti baik bagi kita. Biasakan untuk 'setuju' dengan takdir dan ketentuan Allah hingga hati secara otomatis 'berfihak' kepada Allah. Bila sudah memahami point ini, maka hati akan selalu menerima dengan rela dan bahagia.
Nah, saat hati bisa menerima dengan segala keikhlasan, biasanya akan muncul hikmah atau 'isi' dibalik 'bungkus' atau 'maksud Allah' dibalik 'kejadian'. Kita akan bisa melihat 'sesuatu' dibalik yang 'tampak'.
Setelahnya hati akan bisa memahami maksud Allah. Lama kelamaan Allah akan menganugerahi kita sebuah pengertian yang mendalam mengenai berbagai hal, peristiwa dan perilaku orang. Ini membuat kita tidak asal menyimpulkan sesuatu dari yang kita lihat, kita tidak mudah mengomentari sesuatu atau menghukumi sesuatu yang dari luarnya kelihatan salah. Dengan kata lain, Allahlah yang menuntun hati kita ke arah pemahaman-pemahaman yang mendalam.
Dari hati yang tertuntun inilah mewujud nyata pribadi muslim yang 'rahmatan lil alamin', hatinya dipenuhi kasih sayang pada alam semesta, karena hatinya sendiri lebih luas dari alam semesta. Dia tak lagi bisa membenci walau terhadap orang yang menyakitinya, tak bisa lagi menyalah nyalahkan orang lain ..... ya karena dia bisa melihat dengan sebenarnya betapa orang yang membencinya adalah orang yang sedang menderita lahir batin, dia jadi mudah memaafkan, mendoakan dan tetap menyayangi.
Ini sebuah perasaan yang membuat kita tenang dan bahagia.Sebenarnya, perasaan yang ingin kusampaikan adalah perasaan yang lebih dari sekedar bahagia, sebuah rasa yang sulit diungkapkan. Di posisi ini kita bisa melihat segala kejadian di seputar kehidupan kita dengan 'cara pandang Allah', bisa menerjemahkan segala hal dengan kedalaman makna dan keluasan hati. Indah sekali !!!
Pribadi yang sudah manunggal karsa dengan Allah, adalah pribadi yang tak lagi memikirkan dirinya sendiri atau sibuk dengan urusan dan kehidupannya sendiri, karena dia sudah memahami apa 'peran' yang diberikan Allah untuknya, manusia inilah yang disebut 'wali Allah'.
Jangan pikir seorang wali Allah adalah seorang kiai dengan banyak santri, atau ulama dengan jutaan jamaah ..... karena Allah Maha Adil, sebenarnya di masyarakat banyak tersebar para wali Allah menurut posisi, strata sosial, bidang dan tugas masing-masing, hingga seluruh masyarakat bisa tersentuh mereka. Bahkan doa mereka begitu 'membumi' dan menyentuh jiwa-jiwa gundah tanpa diminta.
Memangnya Indah sudah 'manunggaling kawula gusti' ? Hmm ........ sejujurnya aku masih suka kaget dan nangis-nangis bila ada hal yang luar biasa ........ Sebagai seorang wali (hmmm....) sementara ini masih berada di posisi wali murid dan wali mahasiswa saja .... hehehe .... tapi pinginnya sih jadi seperti yang dilukiskan di ayat ini :
Apa tuh manunggaling kawula gusti? Maaf, Indah memakai istilah bahasa Jawa, karena eyang Syamsul'alam memang menulis menggunakan bahasa Jawa di majalah Jawa "Panyebar Semangat".
Manunggaling kawula gusti itu maksudnya menyatunya hamba dengan tuhannya, tapi jangan berpikir menyatu secara fisik gitu ......... wah, jangan ....... Allah itu kan berbeda dengan makhluk. Kalau eyang Syamsul'alam lebih suka bilang 'manunggaling karsa kawula gusti' yang artinya menyatunya kehendak hamba dengan Tuhannya.
Menyatunya kehendak antara hamba dengan Allah itu secara sederhana maksudnya begini : apapun dan kejadian apapun yang Allah kehendaki terjadi pada diri seorang hamba, hamba itu akan menerimanya dengan bahagia. Secara lebih mendalam maksudnya kehendak hamba sudah menyatu dalam kehendak Allah dan kehendak Allah sudah menyatu dalam kehendak hamba, jadi seorang hamba bisa tahu apa kehendak Allah untuknya, dan 'kehendaknya sendiri' sudah menjadi kehendak Allah. Aku tulis 'kehendaknya sendiri' berada dalam tanda kutip, karena kehendak dalam diri seseorang musti melewati aproval dulu dari Allah, Allahlah yang mengijinkannya, Allahlah yang menggerakkannya, bahkan Allahlah yang menumbuhkannya.
Yang menarik dari manunggaling kawula gusti , adalah terjadinya proses 'kun fayakun' dalam dirinya, bila terjadi dalam diri para Nabi disebut mu'jizat seperti saat N Musa membelah laut , dalam diri para wali disebut karomah seperti yang terjadi saat Sunan Kalijaga menunjuk pohon yang buahnya langsung berubah menjadi emas. Bila terjadi pada manusia biasa adalah mewujudnya segala keinginan dalam waktu singkat, misalnya dia kepingin ayam goreng, tak lama ada tetangga ngirimin ayam goreng persis yang dibayangkannya.
Dalam tingkatan yang lebih tinggi lagi , manunggaling kawula gusti membuat seorang hamba mempunyai kekuasaan dalam wilayah yang tak kasat mata. Dia bisa mengatur dan mengendalikan orang banyak , baik orang yang dia kenal maupun tidak hanya lewat pikirannya. Dia juga bisa memerintah benda-benda , makhluk halus dan alam untuk menurutinya. Semua dia lakukan untuk mewujudkan tatanan yang lebih baik di alam semesta, seperti kehendak Allah.
Melatih diri untuk bisa manunggaling kawula gusti ini dimulai dari hal yang kecil-kecil dalam kehidupan kita, sampai peristiwa yang menurut kita besar dan berat. Dalam kehidupan ini segala macam peristiwa terjadi ; pahit-manis, kecewa-bahagia, kehilangan-bertambah, memberi- menerima ..... banyak hal, dan setiap orang mengalami. Harus disadari bila aneka peristiwa dalam kehidupan itu merupakan salah satu cara komunikasi Allah dengan makhlukNya.
Persoalannya adalah, mampukan kita menerjemahkan bahasa peristiwa ke dalam bahasa pengertian hati yang menyampaikan kita akan maksud Allah memberikan semua hal dan peristiwa tersebut kepada kita?
Latihannya begini, sadari dulu bahwa segala hal dan peristiwa itu terjadi karena Allah dan dengan ijin Allah, Allah memberikan itu semua adalah berdasarkan kasih sayang, cinta dan kebijaksanaanNya, semua pasti baik bagi kita. Biasakan untuk 'setuju' dengan takdir dan ketentuan Allah hingga hati secara otomatis 'berfihak' kepada Allah. Bila sudah memahami point ini, maka hati akan selalu menerima dengan rela dan bahagia.
Nah, saat hati bisa menerima dengan segala keikhlasan, biasanya akan muncul hikmah atau 'isi' dibalik 'bungkus' atau 'maksud Allah' dibalik 'kejadian'. Kita akan bisa melihat 'sesuatu' dibalik yang 'tampak'.
Setelahnya hati akan bisa memahami maksud Allah. Lama kelamaan Allah akan menganugerahi kita sebuah pengertian yang mendalam mengenai berbagai hal, peristiwa dan perilaku orang. Ini membuat kita tidak asal menyimpulkan sesuatu dari yang kita lihat, kita tidak mudah mengomentari sesuatu atau menghukumi sesuatu yang dari luarnya kelihatan salah. Dengan kata lain, Allahlah yang menuntun hati kita ke arah pemahaman-pemahaman yang mendalam.
Dari hati yang tertuntun inilah mewujud nyata pribadi muslim yang 'rahmatan lil alamin', hatinya dipenuhi kasih sayang pada alam semesta, karena hatinya sendiri lebih luas dari alam semesta. Dia tak lagi bisa membenci walau terhadap orang yang menyakitinya, tak bisa lagi menyalah nyalahkan orang lain ..... ya karena dia bisa melihat dengan sebenarnya betapa orang yang membencinya adalah orang yang sedang menderita lahir batin, dia jadi mudah memaafkan, mendoakan dan tetap menyayangi.
Ini sebuah perasaan yang membuat kita tenang dan bahagia.Sebenarnya, perasaan yang ingin kusampaikan adalah perasaan yang lebih dari sekedar bahagia, sebuah rasa yang sulit diungkapkan. Di posisi ini kita bisa melihat segala kejadian di seputar kehidupan kita dengan 'cara pandang Allah', bisa menerjemahkan segala hal dengan kedalaman makna dan keluasan hati. Indah sekali !!!
Pribadi yang sudah manunggal karsa dengan Allah, adalah pribadi yang tak lagi memikirkan dirinya sendiri atau sibuk dengan urusan dan kehidupannya sendiri, karena dia sudah memahami apa 'peran' yang diberikan Allah untuknya, manusia inilah yang disebut 'wali Allah'.
Jangan pikir seorang wali Allah adalah seorang kiai dengan banyak santri, atau ulama dengan jutaan jamaah ..... karena Allah Maha Adil, sebenarnya di masyarakat banyak tersebar para wali Allah menurut posisi, strata sosial, bidang dan tugas masing-masing, hingga seluruh masyarakat bisa tersentuh mereka. Bahkan doa mereka begitu 'membumi' dan menyentuh jiwa-jiwa gundah tanpa diminta.
Memangnya Indah sudah 'manunggaling kawula gusti' ? Hmm ........ sejujurnya aku masih suka kaget dan nangis-nangis bila ada hal yang luar biasa ........ Sebagai seorang wali (hmmm....) sementara ini masih berada di posisi wali murid dan wali mahasiswa saja .... hehehe .... tapi pinginnya sih jadi seperti yang dilukiskan di ayat ini :
Al Qur'an [10:62] Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Subhanallah...
BalasHapusSubhanallah ... makasih mas arief sudah mampir di blogku yaaa
Hapus