Yang bisa kita lakukan terhadap diri sendiri dan orang-orang yang kita sayangi adalah mengajak mereka untuk melaksanakan aturan Allah di al qur'an dengan cara yang baik, 'bil hikmah' , dengan bijak. Sebisa mungkin hindari nada tinggi, apalagi dengan marah, karena ini tidak menjadikan mereka mengerti
Suatu maghrib, aku mulai 'beraksi'.
"Sayang, tolong matikan tivi. Shalat maghrib dulu", kataku yang direspon si kecil dengan segera mematikan televisi, tapi setelah itu bukannya berangkat shalat melainkan berangkat berbaring di sebelah kakaknya.
"Shalat dulu yuuuk", aku mengajak mereka shalat berjamaah dengan mas Hary.
"Alni mau shalat sama mas Insan", kata si kecil.
"Insan mau shalat sendiri", kata Insan.
Jadilah aku sore itu shalat maghrib berjamaah hanya berdua dengan mas Hary, sementara dua anakku masih berguling di kamar Insan.
Pas shalat dapat 1 rekaat mulai terdengar jeritan Alni, lalu disusul tangisan, disusul suara Insan membela diri. Kuselesaikan shalat maghribku sore itu dengan 'back ground' pertengkaran mereka. Mana sempat berdzikir, apalagi shalat sunah. Setelah salam segera kuhampiri mereka, kuraih si kecil ke pangkuan.
"Kepala Alni diginiin sama mas Insan", kata Alni mengadu.
"Halah gitu saja, kan gak sakit", Insan membela diri.
"Sudah, Insan duduk, dengerin ibuk", dengan malas dia mengatur posisi, duduk dengan lunglai. Akupun mulai 'berkhutbah'.
"Kalian tahu nggak pekerjaan syetan? Yaitu menghalangi orang dari mengerjakan shalat dan mengingat Allah, juga membangkitkan permusuhan dan pertengkaran diantara manusia. Apalagi saat maghrib begini, syetan suka banget menggoda manusia dan mereka berhasil membuat Insan dan Alni bertengkar, juga membuat ibu tidak mengerjakan shalat sunah", kataku.
Pertengkaran di saat maghrib seperti ini bukan kali pertama terjadi, sudah sering banget , dan biasanya aku tak bisa menahan marah pada Insan. Insan sendiri bukannya berhenti menggoda adiknya, malah makin menjadi , benarlah bila Allah menyuruh kita menahan amarah karena marah tidak menyelesaikan masalah, tidak membuat anak-anak mengerti.
Aku harus menyusun strategi yang lebih sejuk buatku dan anak-anak, makanya kali ini aku mendinginkan hatiku, sadar bahwa Allahlah yang bisa membuat mereka menjadi baik, tugasku hanyalah sekedar mengingatkan.
"Yang menjadi target syetan adalah kehancuran manusia. Pertama yang dimasuki Insan, godain adik, adik nangis, ibu marah-marah, lalu bapak emosi ikut marah-marah juga. Sekeluarga kacau, semua sedih. Insan nangis dimarahi ibuk, lalu besoknya nggak sekolah, padahal kalau nggak sekolah kan bisa hancur masa depannya. Nah, kalau kejadiannya seperti itu target syetan tercapai", kataku panjang lebar.
"Itu adalah salah satu pekerjaan syetan yang ditulis di al qur'an. Al qur'an adalah petunjuk bagi manusia, bila tidak mengikuti petunjuk, hasilnya adalah kehancuran. Marah dan sedihpun sudah termasuk kehancuran, coba baca di buku ensiklopedi, saat kita marah berapa juta sel rusak ", itu adalah kalimat penutup 'dakwah'ku sore itu.
"Ibu mau shalat sunah dulu ya ", kataku akhirnya, kedua anak manis itu mengangguk. Alhamdulillah, mereka mengerti.
Sejak sore itu, aku tak pernah lagi mendengar Insan dan Alni bertengkar saat maghrib. Allahu Akbar.
Suatu maghrib, aku mulai 'beraksi'.
"Sayang, tolong matikan tivi. Shalat maghrib dulu", kataku yang direspon si kecil dengan segera mematikan televisi, tapi setelah itu bukannya berangkat shalat melainkan berangkat berbaring di sebelah kakaknya.
"Shalat dulu yuuuk", aku mengajak mereka shalat berjamaah dengan mas Hary.
"Alni mau shalat sama mas Insan", kata si kecil.
"Insan mau shalat sendiri", kata Insan.
Jadilah aku sore itu shalat maghrib berjamaah hanya berdua dengan mas Hary, sementara dua anakku masih berguling di kamar Insan.
Pas shalat dapat 1 rekaat mulai terdengar jeritan Alni, lalu disusul tangisan, disusul suara Insan membela diri. Kuselesaikan shalat maghribku sore itu dengan 'back ground' pertengkaran mereka. Mana sempat berdzikir, apalagi shalat sunah. Setelah salam segera kuhampiri mereka, kuraih si kecil ke pangkuan.
"Kepala Alni diginiin sama mas Insan", kata Alni mengadu.
"Halah gitu saja, kan gak sakit", Insan membela diri.
"Sudah, Insan duduk, dengerin ibuk", dengan malas dia mengatur posisi, duduk dengan lunglai. Akupun mulai 'berkhutbah'.
"Kalian tahu nggak pekerjaan syetan? Yaitu menghalangi orang dari mengerjakan shalat dan mengingat Allah, juga membangkitkan permusuhan dan pertengkaran diantara manusia. Apalagi saat maghrib begini, syetan suka banget menggoda manusia dan mereka berhasil membuat Insan dan Alni bertengkar, juga membuat ibu tidak mengerjakan shalat sunah", kataku.
Pertengkaran di saat maghrib seperti ini bukan kali pertama terjadi, sudah sering banget , dan biasanya aku tak bisa menahan marah pada Insan. Insan sendiri bukannya berhenti menggoda adiknya, malah makin menjadi , benarlah bila Allah menyuruh kita menahan amarah karena marah tidak menyelesaikan masalah, tidak membuat anak-anak mengerti.
Aku harus menyusun strategi yang lebih sejuk buatku dan anak-anak, makanya kali ini aku mendinginkan hatiku, sadar bahwa Allahlah yang bisa membuat mereka menjadi baik, tugasku hanyalah sekedar mengingatkan.
"Yang menjadi target syetan adalah kehancuran manusia. Pertama yang dimasuki Insan, godain adik, adik nangis, ibu marah-marah, lalu bapak emosi ikut marah-marah juga. Sekeluarga kacau, semua sedih. Insan nangis dimarahi ibuk, lalu besoknya nggak sekolah, padahal kalau nggak sekolah kan bisa hancur masa depannya. Nah, kalau kejadiannya seperti itu target syetan tercapai", kataku panjang lebar.
"Itu adalah salah satu pekerjaan syetan yang ditulis di al qur'an. Al qur'an adalah petunjuk bagi manusia, bila tidak mengikuti petunjuk, hasilnya adalah kehancuran. Marah dan sedihpun sudah termasuk kehancuran, coba baca di buku ensiklopedi, saat kita marah berapa juta sel rusak ", itu adalah kalimat penutup 'dakwah'ku sore itu.
"Ibu mau shalat sunah dulu ya ", kataku akhirnya, kedua anak manis itu mengangguk. Alhamdulillah, mereka mengerti.
Sejak sore itu, aku tak pernah lagi mendengar Insan dan Alni bertengkar saat maghrib. Allahu Akbar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar