Malam ini ada kejadian yang amat menakjubkan, untuk pertama kalinya aku melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana semut-semut bertoleransi padaku, bukan hanya lewat kisah dari al qur'an tentang Nabi Sulaiman dan tentaranya yang .....
Ceritanya aku bangun untuk shalat malam pada pukul 3 pagi, langsung disambut oleh banyaknya semut yang berkeliaran di lantai kamar, padahal aku biasanya shalat di situ. Pikiranku kok langsung membayangkan bagaimana bila pas berdiri shalat, semut-semut itu naik ke kakiku ..... hiiiii !!!
"Alamat nyapu dulu nih sebelum shalat", begitu kata hatiku.
Dengan mata masih mengantuk, aku mengambil air wudhu dan segera kembali ke kamar. Mataku langsung terbelalak melihat kamar sudah bersih dari semut, hanya ada 3 ekor semut yang kulihat di lantai kamar. Begitu cepatnya semut-semut itu bersembunyi, padahal berwudhu kan tidak lama, kamar mandinya juga dekat saja, kamar mandinya masih berada di Malang, masih terletak di rumahku, bukan di Surabaya ...... hehehe.
Geli bila membayangkan pimpinan semut tadi bilang ke teman-temannya :"Hai semut-semut, masuklah ke sarangmu agar kamu tidak penyet tertimpa sajadah, tuan putri mau shalat tuh !"..... hahaha.
Mungkin itu adalah cara semut membalas budi padaku karena aku tidak suka membunuh semut, meskipun semut di rumah banyak, aku lebih suka menyapunya saja, tanpa membunuhnya.
My lovely husband malah gak mau membunuh rayap, padahal rayap kan merusak. Dia bilang :"Rayap kan makhluk Allah, memang takdirnya dia makan kayu".
Ada lagi cerita tentang bagaimana cara hewan membalas budi, ini cerita yang dialami oleh adikku dan Grandong. Serem yaaa, namanya kok Grandong, jadi ingat mak Lampir yaaa....
Grandong itu nama seekor kucing liar yang suka mengganggu cewek-cewek penghuni rumah kost tampat adikku ngekost waktu masih kerja di Malang. Kucing itu bila dilihat dengan mata (memangnya mau dilihat pakai apa? ....xixixi) tampak mengerikan, makanya mereka memanggilnya dengan 'grandong', diambil dari nama seorang tokoh di cerita Mak Lampir.
Seperti umumnya tempat kost, di depan setiap kamar ada tempat sampah. Tempat sampah inilah yang sering jadi sasaran Grandong mencari makanan. Hampir tiap hari ada saja penghuni kost yang marah-marah karena tempat sampahnya tumpah diaduk-aduk si Grandong.
Adikku dengan cerdik mengamati dimana Grandong biasa makan, ketemunya di bawah tangga. Maka adikku suka menaruh sampah yang disukai Grandong di tempat ini. Otomatis di tempat sampah adikku tidak ada kepala ikan, tulang ayam dan makanan yang diburu kucing. Aman kan?
Yang membuat adikku heran adalah cara Grandong membalas budi padanya. Bukan cuma tempat sampahnya saja yang selamat dari perbuatan Grandong, tapi makanan yang berada di kamar dan di dapur juga ikut selamat.
Biasanya kan cewek-cewek kost suka menaruh makanan di kamar, kalau lupa menutup pintu kamar ya bakalan digarap si Grandong. Anehnya makanan di kamar adikku selalu utuh walaupun pintu kamar dibiarkan terbuka.
Begitu juga dengan masakan adikku di dapur. Di dapur kost kostan kan berderet tuh panci-panci berisi masakan. Kalau malam sering diserbu Grandong yang lagi lapar, wong dapurnya gak ada pintunya.
Herannya adikku, panci teman-temannya yang ditutup pakai tutup panci yang di atasnya diberi pemberat cobek batu malah jadi sasaran Grandong sampai tumpah, panci adikku sendiri cuma ditutup pakai tutup panci saja malah aman, padahal isinya ya makanan kesukaan kucing.
Grandong seperti bisa membedakan mana makanan kepunyaan orang yang suka memberi makanan padanya, makanya gak diganggu gugat.
Padahal Grandong cuma seekor kucing liar yang kotor dan mengerikan. Ternyata bila ada yang berbaik hati padanya, dia mengerti dan mampu pula membalas budi.
Ini adalah sebuah kisah nyata. Masihkah kita ragu berbuat baik, walau sekedar menyingkirkan duri dari jalan, menyayangi sesama, memaafkan, mengikhlaskan ......
Sedangkan semut dan kucing saja mampu membalas budi ......
QS. An-Naml [27] : ayat 18
Hingga apabila mereka sampai di lembah semut
berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu,
agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka
tidak menyadari";Ceritanya aku bangun untuk shalat malam pada pukul 3 pagi, langsung disambut oleh banyaknya semut yang berkeliaran di lantai kamar, padahal aku biasanya shalat di situ. Pikiranku kok langsung membayangkan bagaimana bila pas berdiri shalat, semut-semut itu naik ke kakiku ..... hiiiii !!!
"Alamat nyapu dulu nih sebelum shalat", begitu kata hatiku.
Dengan mata masih mengantuk, aku mengambil air wudhu dan segera kembali ke kamar. Mataku langsung terbelalak melihat kamar sudah bersih dari semut, hanya ada 3 ekor semut yang kulihat di lantai kamar. Begitu cepatnya semut-semut itu bersembunyi, padahal berwudhu kan tidak lama, kamar mandinya juga dekat saja, kamar mandinya masih berada di Malang, masih terletak di rumahku, bukan di Surabaya ...... hehehe.
Geli bila membayangkan pimpinan semut tadi bilang ke teman-temannya :"Hai semut-semut, masuklah ke sarangmu agar kamu tidak penyet tertimpa sajadah, tuan putri mau shalat tuh !"..... hahaha.
Mungkin itu adalah cara semut membalas budi padaku karena aku tidak suka membunuh semut, meskipun semut di rumah banyak, aku lebih suka menyapunya saja, tanpa membunuhnya.
My lovely husband malah gak mau membunuh rayap, padahal rayap kan merusak. Dia bilang :"Rayap kan makhluk Allah, memang takdirnya dia makan kayu".
Ada lagi cerita tentang bagaimana cara hewan membalas budi, ini cerita yang dialami oleh adikku dan Grandong. Serem yaaa, namanya kok Grandong, jadi ingat mak Lampir yaaa....
Grandong itu nama seekor kucing liar yang suka mengganggu cewek-cewek penghuni rumah kost tampat adikku ngekost waktu masih kerja di Malang. Kucing itu bila dilihat dengan mata (memangnya mau dilihat pakai apa? ....xixixi) tampak mengerikan, makanya mereka memanggilnya dengan 'grandong', diambil dari nama seorang tokoh di cerita Mak Lampir.
Seperti umumnya tempat kost, di depan setiap kamar ada tempat sampah. Tempat sampah inilah yang sering jadi sasaran Grandong mencari makanan. Hampir tiap hari ada saja penghuni kost yang marah-marah karena tempat sampahnya tumpah diaduk-aduk si Grandong.
Adikku dengan cerdik mengamati dimana Grandong biasa makan, ketemunya di bawah tangga. Maka adikku suka menaruh sampah yang disukai Grandong di tempat ini. Otomatis di tempat sampah adikku tidak ada kepala ikan, tulang ayam dan makanan yang diburu kucing. Aman kan?
Yang membuat adikku heran adalah cara Grandong membalas budi padanya. Bukan cuma tempat sampahnya saja yang selamat dari perbuatan Grandong, tapi makanan yang berada di kamar dan di dapur juga ikut selamat.
Biasanya kan cewek-cewek kost suka menaruh makanan di kamar, kalau lupa menutup pintu kamar ya bakalan digarap si Grandong. Anehnya makanan di kamar adikku selalu utuh walaupun pintu kamar dibiarkan terbuka.
Begitu juga dengan masakan adikku di dapur. Di dapur kost kostan kan berderet tuh panci-panci berisi masakan. Kalau malam sering diserbu Grandong yang lagi lapar, wong dapurnya gak ada pintunya.
Herannya adikku, panci teman-temannya yang ditutup pakai tutup panci yang di atasnya diberi pemberat cobek batu malah jadi sasaran Grandong sampai tumpah, panci adikku sendiri cuma ditutup pakai tutup panci saja malah aman, padahal isinya ya makanan kesukaan kucing.
Grandong seperti bisa membedakan mana makanan kepunyaan orang yang suka memberi makanan padanya, makanya gak diganggu gugat.
Padahal Grandong cuma seekor kucing liar yang kotor dan mengerikan. Ternyata bila ada yang berbaik hati padanya, dia mengerti dan mampu pula membalas budi.
Ini adalah sebuah kisah nyata. Masihkah kita ragu berbuat baik, walau sekedar menyingkirkan duri dari jalan, menyayangi sesama, memaafkan, mengikhlaskan ......
Sedangkan semut dan kucing saja mampu membalas budi ......
Nice..
BalasHapusmakasih bunga.
Hapus