Minggu, 28 Oktober 2012

Tombo Ati Yang Ke Enam

Beberapa hari terakhir aku mendapati diriku gampang sedih, gak tahu kenapa, apa kena menstrual sindrome atau apa, yang jelas memang beberapa kali mendapat peristiwa yang membuatku kaget dan menghunjam perasaan.

Rasa sedih itu terbawa terus walau pelakunya sudah pergi.
Segala upaya kutempuh untuk bisa kembali ke keadaan normalku, ya mulai dari lari ke pelukan suami, berdzikir, murottal qur'an, minta didoain sahabat, kok masih saja kembali sedih. Duh apa ya yang salah dari diriku ini?

Seorang sahabat menasehatiku dengan sebuah lagu tombo ati, lagu jaman kuno yang dinyanyikan ulang oleh Opick, tahu kan syairnya ?

Tombo artinya obat, syair lagu itu mengatakan obat hati itu ada lima, yaitu membaca al qur'an dengan maknanya, shalat malam, puasa, berkumpul dengan orang yang shaleh dan banyak-banyak berdzikir.

Yang tidak bisa kulakukan, shalat karena sedang dapet, berkumpul dengan orang saleh juga gak bisa karena di rumah cuma dengan Alni dan Insan, puasa nggak bisa juga.  Selain yang kusebut itu sudah aku lakukan semua dan masih saja sedih... duh !

Rupanya aku mesti belajar dari diriku sendiri, aku mulai buka-buka lagi tulisan-tulisanku di blog, alhamdulillah ketemu.  Mudah-mudahan Opick 'tersangkut' di blogku lalu menyanyikan lagu Tombo Ati yang sudah ditambah dengan tombo yang keenam dan ketujuh.

Ternyata resep untuk tidak sedih menurut al qur'an adalah ini nih:

QS. Al-Baqarah [2] : ayat 112

[2:112] (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Obat sedih ternyata adalah menyerahkan diri kepada Allah (=tawakal) dan berbuat kebajikan.  Salah satu perbuatan baik yang sering disebut di al qur'an adalah memberi makan fakir miskin.
Kesedihan tanpa sebab ini seperti mengingatkanku akan perbuatan baik yang beberapa waktu kulupakan.  Hm ... aku sudah lama tidak membagi-bagi makanan untuk fakir miskin.  Sebenarnya aku tetap memberi makan fakir miskin sih, tapi cenderung menunggu pengemis datang atau pemulung  lewat depan butik lalu memberinya beras atau makanan.  Rupanya itu masih sangat kurang, apalagi bila dibandingkan dengan nikmat Allah yang amat banyak yang tiap waktu kunikmati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar