Rabu, 31 Oktober 2012

Kebetulan Yang Bukan Kebetulan

Alhamdulillah, pagi tadi ibu membuat kejutan, bisa berdiri dan melangkah walau masih pelan. Setelah selama kurang lebih 4 hari ibu hanya berbaring dan duduk, habis jatuh di ruang makan.   

Kupikir sudah waktunya aku pulang ke Pakis, ada suami dan anak-anak yang membutuhkanku.  Lagipula di rumah Ngantang (rumah ibu) ada adikku Anisa yang datang dari Yogya, juga ada kakak yang rumahnya hanya 150 meteran dari rumah ibu, mereka berdua yang menemani ibu selama masa pemulihan.

Begitu membuka internet di rumah Pakis, aku jadi terharu akan banyaknya doa untuk ibu dan komentar di status fbku, terimakasih sahabatku semua . Kalian sungguh sesuatu yang amat indah yang Allah karuniakan padaku.  Aku bawakan oleh-oleh dari Ngantang nih, sebuah cerita manis yang mudah-mudahan bisa mengikat hati kita padaNya.

Hari ini, di hari kepulanganku ke Pakis ada hal yang membuatku amat takjub akan rencana Allah yang lebih indah, akan perlindungan dan cinta kasih Allah yang teramat lembut.

Ceritanya aku merencanakan pulang naik bis, karena mobil suamiku nanti sore dipakai adikku Ida dan kawan kawannya buwuh ke Blitar diantar cak Dul (sopir langganan kami).  Makanya siang itu aku bersiap-siap pulang, kupikir kalau terlalu sore, bakalan ketemu sama kemacetan di Malang.  Tapi anehnya, saat sudah siap berangkat, aku malah melepas kerudungku dan memilih berbaring di samping ibu.

"Jam berapa pulang?", tanya ibu.
"Sore", jawabku singkat lalu memejamkan mata, menikmati kebersamaan dengan ibu diiringi desiran angin yang berhembus dari jendela di siang yang panas itu.

Sore sehabis asar, akupun pamit pulang, berjalan kaki lewat belakang rumah ibu, melewati lapangan  sampailah aku di pemberhentian bis.  Aku rasa musti menunggu setidaknya 15 menit lagi, karena saat aku masih berjalan tadi, di kejauhan aku lihat bis baru saja lewat.

Sambil menunggu, kubuka hp dan ada panggilan tak terjawab dari suamiku, kutelepon dia. Sejuk mendengar suara gantengku itu di telepon.

"Sayang, ternyata cak Dul gak tahu kalau Ida menunggu di tempat kostnya di Malang, dia kira Ida di Ngantang.  Makanya tadi dia meluncur ke Ngantang, mungkin  sekarang dia sudah sampai,  kalau mau pulang, siap siap sekarang, bareng cak Dul saja", katanya. Deg jantungku, sebenarnya aku belum minta ijin suamiku untuk pulang naik bis sore ini, biasanya sih dia gak boleh aku naik bis,  duh, gimana nih? akhirnya aku berterus terang.

"Mas, sebenarnya aku mau pulang naik bis, ini aku sudah di halte ", kataku, alhamdulillah suamiku gak marah.

"Ya kalau begitu tunggu saja disitu, cak Dul aku telepon saja biar jemput kamu", katanya.

Ternyata aku tak harus menunggu lama, lima menit kemudian mobil yang sudah begitu kuhafal muncul di depan hidungku.

Aku duduk di mobilku yang nyaman dengan rasa syukur yang tak bisa dilukiskan.  Kurasakan betapa indahnya rencana Allah padaku sore ini, seperti sebuah ungkapan cinta dan penjagaan yang begitu lembut .....

Kubayangkan, andai rencanaku yang berlaku, maka saat itu aku pasti berada di dalam bis yang ngebut di jalan yang berkelok-kelok, selama satu setengah jam tubuhku akan terhuyung ke kanan dan ke kiri, tanganku musti berpegangan kuat-kuat di tempat duduk agar pantatku tidak melorot lalu mendorong penumpang di sebelahku. Belum lagi angin mbrobos yang kadang membuatku masuk angin, jangan lupa bau solar dan keringat penumpang yang siap membuat orang pingsan ... hahaha. Oh ya, penderitaan naik bis  masih pula dilengkapi dengan berganti angkot 2 kali untuk bisa sampai di rumah nyamanku.  Belum lagi pandangan mata lelaki dan sentuhan tanpa sengaja di dalam kendaraan umum yang aku gak sukaaa banget .

"Betapa indahnya rencana Allah.  Seandainya cak Dul ditelepon Ida saat masih sampai Batu atau di Pujon, pasti cak Dul langsung balik ke Malang", kataku.

"Alhamdulillah tadi neleponnya pas sudah di gapura masuk jalan ke rumah ibu, pas banget", jawab cak Dul.

"Alhamdulillah tadi aku mau berangkat siang tapi gak jadi, alhamdulillah juga tadi aku ketinggalan bis", kataku dengan penuh takjub.

Rupanya Allah menghendaki aku naik kendaraan yang nyaman dan terlindung,  hingga detik-detik kepulanganku ke Malang begitu diaturNya dengan teliti.  Beginilah cara Allah mencinta .

Sanggupkah kita menentang rencanaNya dengan ketidak ikhlasan kita menerima takdir dan ketentuanNya? Sementara yang Dia kehendaki adalah hal terbaik, ternyaman dan terindah bagi kita hambaNya.  Kekhawatiran akan kehidupan ini hanyalah alat syetan untuk menghancurkan manusia, begitupun ketidak ikhlasan kita menerima pemberian Allah.

Tugas kita adalah mendekatiNya, mengabdi, meraih ridhaNya dan mempercayakan kehidupan ini kepadaNya saja , ijinkan Allah membuktikan cinta dan perlindunganNya yang indah pada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar