Pernahkah anda mengalami suatu hari dimana semua orang pada saat itu njengkelin semua? Dari pembantu, karyawan, teman, anak, suami, tetangga, pak RT, pak lurah ... eh bahkan pak presiden ... hohoho.
Maksudku, pokoknya hari itu dari mulai terbit fajar sampai si Fajar mau bobo, semua orang seperti sepakat membuat kita ngamuk, dengan berbagai sikap dan cara mereka.
Lalu kita akan 'berakhir' dengan tergolek di kamar dengan perasaan yang sungguh tidak karuan . Manalah lagi belaian si kekasih hati tak juga datang padahal sudah ditunggu-tunggu dengan penuh harap cemas, lah sang suami malah gak ngerti kalau permaisuri cantiknya lagi be-te, dengan khusyu'nya dia nonton sepak bola di depan tivi ! Benar-benar komplit deh hari ini.
Pernah ? Pernah seperti itu ? atau lebih parah ?
Begitulah, saat mengalami bad day kayak gitu, aku mendengar tausiyah seorang ustadz dari handphoneku yang mengatakan bahwa kita tak akan bisa merubah seseorang. Yang membuat suami kita baik adalah Allah, yang membuat anak-anak kita jadi anak yang berbakti adalah Allah, yang membuat pembantu/karyawan kita mengerti dengan kebutuhan bossnya adalah Allah. Jadi ... ada Allah dibalik segala sikap mereka, ada Allah dibalik segala kejadian hidup kita.
Kalau kita marah berarti kita marah sama siapa hayo? pada yang membuat 'skenario' kehidupan kita ? ya berarti marah sama Allah ? iih gak malu tuh marah sama yang telah memberi kita bergudang-gudang kenikmatan hidup.
Kalau kita marah karena mereka gak mau nurut dan mengerti sama kita, memangnya kita merasa memiliki mereka hingga kita berhak mengendalikan mereka? lah kita kan cuma dititipi anak, dititipi suami, dititipi karyawan, dititipi tetangga, kok sudah berani-beraninya menuntut ini itu, sombong banget, cuma dititipi kok lagaknya kayak pemilik asli. Bahkan diri kita sendiri saja gak ikut punya , mau apa coba?
Nyadar lah Indah, hati jadi adem lagi, nyadar sudah dijadikan mainan sama syetan. Saat orang marah / bete / jengkel terhadap hal apapun, maka syetan akan mempermainkannya seperti bola di kaki striker Arema .
Nyadar bila yang membuat orang menjadi baik adalah Allah, berarti yang musti kita pedekate-in ya Allah. Dipasrahkan Allah, didoakan, biar Allah urus mereka agar menjadi baik, tapi ya jangan lupa pasrahkan juga diri kita sendiri pada Allah, agar juga dituntun olehNya menjadi lebih baik dan lebih memahami kebijaksanaanNya.
Segenap jiwa raga ini adalah milik Allah, maka melakukan segala sesuatu ya musti yang Allah ridha saja, yang Allah boleh, yang Allah ijinkan. Kalau gak boleh marah ya nurut, wong bibir dower ini punya Allah, kalau gak boleh makan kekenyangan ya nurut, kan perut ini Allah yang ngasih, gak boleh sedih, gak boleh be te, gak boleh jengkel, benci dendam, gak boleh putus asa, ...dll Bolehnya adalah bahagia, berharap pada Allah, bersyukur, ikhlas, pasrah, tersenyum tulus, beriman, bertakwa ... eh, ternyata yang diperbolehkan Allah yang enak-enak saja tuh .
Menghadapi orang-orang yang kita sayangi, eyang pernah bilang begini :" Doa kita untuk mereka harus lebih keras dan lebih kuat dibanding usaha kita".
Nah, keras mana hayo ucapan kita dalam menyuruh atau melarang anak-anak kita dengan doa yang kita panjatkan untuk mereka?
Maksudku, pokoknya hari itu dari mulai terbit fajar sampai si Fajar mau bobo, semua orang seperti sepakat membuat kita ngamuk, dengan berbagai sikap dan cara mereka.
Lalu kita akan 'berakhir' dengan tergolek di kamar dengan perasaan yang sungguh tidak karuan . Manalah lagi belaian si kekasih hati tak juga datang padahal sudah ditunggu-tunggu dengan penuh harap cemas, lah sang suami malah gak ngerti kalau permaisuri cantiknya lagi be-te, dengan khusyu'nya dia nonton sepak bola di depan tivi ! Benar-benar komplit deh hari ini.
Pernah ? Pernah seperti itu ? atau lebih parah ?
Begitulah, saat mengalami bad day kayak gitu, aku mendengar tausiyah seorang ustadz dari handphoneku yang mengatakan bahwa kita tak akan bisa merubah seseorang. Yang membuat suami kita baik adalah Allah, yang membuat anak-anak kita jadi anak yang berbakti adalah Allah, yang membuat pembantu/karyawan kita mengerti dengan kebutuhan bossnya adalah Allah. Jadi ... ada Allah dibalik segala sikap mereka, ada Allah dibalik segala kejadian hidup kita.
Kalau kita marah berarti kita marah sama siapa hayo? pada yang membuat 'skenario' kehidupan kita ? ya berarti marah sama Allah ? iih gak malu tuh marah sama yang telah memberi kita bergudang-gudang kenikmatan hidup.
Kalau kita marah karena mereka gak mau nurut dan mengerti sama kita, memangnya kita merasa memiliki mereka hingga kita berhak mengendalikan mereka? lah kita kan cuma dititipi anak, dititipi suami, dititipi karyawan, dititipi tetangga, kok sudah berani-beraninya menuntut ini itu, sombong banget, cuma dititipi kok lagaknya kayak pemilik asli. Bahkan diri kita sendiri saja gak ikut punya , mau apa coba?
Nyadar lah Indah, hati jadi adem lagi, nyadar sudah dijadikan mainan sama syetan. Saat orang marah / bete / jengkel terhadap hal apapun, maka syetan akan mempermainkannya seperti bola di kaki striker Arema .
Nyadar bila yang membuat orang menjadi baik adalah Allah, berarti yang musti kita pedekate-in ya Allah. Dipasrahkan Allah, didoakan, biar Allah urus mereka agar menjadi baik, tapi ya jangan lupa pasrahkan juga diri kita sendiri pada Allah, agar juga dituntun olehNya menjadi lebih baik dan lebih memahami kebijaksanaanNya.
Segenap jiwa raga ini adalah milik Allah, maka melakukan segala sesuatu ya musti yang Allah ridha saja, yang Allah boleh, yang Allah ijinkan. Kalau gak boleh marah ya nurut, wong bibir dower ini punya Allah, kalau gak boleh makan kekenyangan ya nurut, kan perut ini Allah yang ngasih, gak boleh sedih, gak boleh be te, gak boleh jengkel, benci dendam, gak boleh putus asa, ...dll Bolehnya adalah bahagia, berharap pada Allah, bersyukur, ikhlas, pasrah, tersenyum tulus, beriman, bertakwa ... eh, ternyata yang diperbolehkan Allah yang enak-enak saja tuh .
Menghadapi orang-orang yang kita sayangi, eyang pernah bilang begini :" Doa kita untuk mereka harus lebih keras dan lebih kuat dibanding usaha kita".
Nah, keras mana hayo ucapan kita dalam menyuruh atau melarang anak-anak kita dengan doa yang kita panjatkan untuk mereka?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar