Minggu, 13 Januari 2013

Menyikapi Cobaan Yang Tak Henti Henti

Seorang sahabat bertanya :"Bagaimana cara menyikapi cobaan yang datang silih berganti, seolah tak ada hentinya?".

Sahabatku ini pun telah mempelajari hampir semua tulisanku, jadi dia tahu bagaimana semestinya bersikap, tapi masih belum bisa istiqamah mempertahankan perasaan ikhlas katanya.

Sahabat,
Musti diingat lagi, hidup ini adalah ikatan kita dengan Allah.  Bila kita telah sengaja meniatkan hidup kita untuk Allah, maka segala peristiwa yang terjadi dalam hidup ini Allah hadirkan untuk memperbaiki / memurnikan ikatan itu.  Hmmm ..... kurang jelas ya?

Baiklah, coba kujelaskan lagi dan lagi ....jangan khawatir,  aku gak capek kok, untungnya aku punya tukang pijat pribadi ....  ..... hehehe.

Niat kita mempersembahkan kehidupan ini untuk Allah ada kadarnya yang tiap orang berbeda-beda sesuai dengan 'maqam'nya masing-masing.  Maqam merupakan posisi kita di hadapan Allah, secara kasarnya letak jauh dekatnya kita dengan Allah.

Nah, salah satu fungsi ujian dan cobaan itu adalah sebagai 'kendaraan' untuk mendekatkan jarak kita padaNya.  Nabi dan Rasulpun menerima ujian dan cobaan, bahkan mereka menjalani ujian yang jauh lebih berat dibandingkan manusia biasa.

Segala peristiwa dalam hidup ini tak ada yang tak berarti di hadapan Allah, merupakan ujian, baik peristiwa yang menyenangkan atau tidak. Sikap kita dalam menghadapi ujian itulah yang memberi point / nilai / derajad, bukan pada terselesaikannya ujian itu.

Ambilah contoh sederhana : saat sedang diuji anak sakit,  pointnya bukan pada saat anak itu sembuh, melainkan bagaimana saat kita menghadapi anak kita  yang sedang sakit itu.  Sabar dan ikhlaskah kita? atau sibuk menyalahkan si anak yang bandel main hujan-hujanan dan jajan sembarangan?

Udah ngeh ? Hmmm ......

Jadi, saat kita merasa cobaan kok seperti tak ada hentinya, sebenarnya kita sedang terjebak dalam ketidak sabaran, kita gak bisa nangkep maksud Allah memberi kita peristiwa itu.  Nangkepnya kita,  akhir dari segala cobaan adalah keluar dari masalah itu dengan sukses. Padahal inti / maksud diberikannya cobaan adalah memperbaiki sikap kita.  Yang kumaksud sikap adalah sikap lahir atau sikap batin atau dua-duanya   


Ibarat emas yang sedang dimurnikan kadarnya, dia menjalani pemanasan dalam suhu dan waktu  tertentu, lalu dipisahkan dengan unsur yang bukan emas lewat reaksi kimia.  Kalau emas bisa ngomong, dia pasti bilang sakit banget menjalani semua 'ritual' itu, tapi hasilnya sungguh mengagumkan bukan?

Iman kitapun ada kadarnya.  Bila Allah berkehendak menjadikan kita makhluk mulia, maka dimurnikanNya kadar iman kita lewat berbagai 'tempaan' peristiwa dalam hidup.  Semestinya kita berterimakasih kepada ujian dan cobaan.

Lewat cobaan dan ujian, ikatan kita dengan selain Allah satu persatu dilepaskan, hingga hanya Allah kebahagiaan kita.  Terlepasnya 'belenggu dunia' dari hati kita membuat kita bisa melayang terbang menujuNya, inilah kebebasan hakiki. 

Lewat ujian dan cobaan pula satu per satu 'kortsetling' di otak dan hati kita dibenerin. Sementara diri kita tidak menyadari bahwa ada yang salah di pemikiran dan batin kita, namun Allah yang maha lembut selalu bisa melihatnya.  Bila tidak ada kortsetling lagi, tentunya kita lebih sehat lahir batin, lebih damai sejahtera hidup ini.

Sahabat,
Jangan lagi merasa bahwa cobaan datang tiada henti, tapi coba rasakan betapa kasih sayang Allah tidak pernah berhenti mengalir di kehidupan ini. Kasih sayang Allah adalah harga mati, karena Dia telah menetapkan buat dirinya kasih sayang.  Lihatlah ke bawah, tatap saudara-saudara kita yang tengah terkena bencana, banjir, tanah longsor, perang, ........... kita masih jauh beruntung tidak mengalaminya.

Bersabarlah.  Tidak ada hujan yang tidak reda, badaipun pasti berlalu, mendungpun tak sepenuh hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar